ahmad-agus

Oleh: AHMAD AGUS FITRIAWAN
Guru pada MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor

Kebesaran semangat juang yang diperlihat­kan para pahlawan bangsa untuk kemu­dian melahirkan sosok tanpa pamrih yang tidak meng­harapkan imbalan, karena mereka berjuang bukan untuk kepentin­gan pribadi, namun dalam rangka membebaskan bangsa menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat, berdiri di atas kekuatan dan kaki sendiri dalam menentu­kan perjalan dan arah, kemana akan berlabuh.

Perjuangan anak bangsa pada masanya, dimulai sejak pra ke­merdekaan yang membutuhkan semangat dan keberanian luar biasa untuk membebaskan diri dari kungkungan bangsa serakah dan tidak manusiawi sang penja­jah yang kemudian melahirkan sebuah negara yang diikat dengan kesadaran dalam perbedaan yang berslogan bhineka tunggal ika.

Setelah memproklamirkan ke­merdekaan kita juga masih tercabik akan keserakahan bangsa kolo­nialisme dan imprealisme dengan berbagai kedok dan modusnya, sebagaimana yang tejado pada 10 November 1945 beberapa tahun silam, yang kemudian dijadikan momentum sebagai hari pahlawan.

Peristiwa 10 November 1945

Sekitar 70 tahun yang lalu, pa­sukan sekutu setelah meluluh-lan­tahkan Hiroshima dan Nagasaki, kemudian mendarat di Jakarta dan Surabaya untuk melucuti tentara Jepang. Di Surabaya, pendaratan dipimpin oleh Brigjen Mallaby.

Dengan kedok NICA, pasukan sekutu turut datang ingin kembali menguasai Indonesia. Rakyat pun menyambut mereka dengan per­lawanan keras. Ketegangan dan pertempuran pun kian memun­cak, apalagi setelah Brigjen Mal­laby tewas di medan pertempuran pada 30 Oktober 1945.

Pasukan sekutu dan NICA ke­mudian mengultimatum rakyat Indoensia untuk menyerah paling lambat pada 10 November 1945. Akan tetapi ultimatum itu tidak digubris oleh rakyat Surabaya, bahkan mereka menjawab dengan perlawanan yang jauh lebih besar dengan dikomandani oleh Sang Satria Sutomo.

Sekutupun menjawab perlawa­nan arek-arek Suroboyo dengan mengerahkan lebih dari 30.000 personil tentaranya dan peralatan tempur dan perang lainnya den­gan proyeksi bahwa mereka akan mampu menaklukkan dan meluuh lantahkan Surabaya dalam waktu tidak lebih dari tiga hari.

Realitasnya, Sekutu tidak dapat memenuhi ambisinya itu. Perlawanan yang dipimpin Bung Tomo itu merambah dan mem­bangkitkan semangat rakyat di kota-kota lain untuk turut mem­pertahankan jengkal tanah yang kita proklamirkan itu

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Munculnya Jiwa Kepahlawanan

Gambaran sejarah di atas memberikan pamahaman kepa­da kita terhadap nilai kejuangan dan kepahlawanan yang muncul dan bergelora di lubuk hati anak bangsa ada saat itu. Pertama, Ji­wa-jiwa kepahlawanan akan mun­cul dalam kondisi tertekan atau terancam.

Bung Tomo dan rakyat Sura­baya lainnya muncul sebagai pahlawan setelah menyadari akan adanya ancaman penjaja­han dari Belanda. Untuk meng­gagalkan upaya itu, Bung Tomo dan rakyat Surabaya lainnya rela mengorbankan harta dan nyawa. Kerelaan berkorban itulah yang menjadi hulu dalam mencuatkan jiwa kepahlawanan.

Kedua, Pada masa perjuangan, segala kepentingan pribadi menjadi tidak utama, sebab segala kepentingan dan ambisi melebur menjadi satu cita-cita dan kehen­dak bersama. Karena seluruh rakyat menyadari adanya musuh kolektif yang harus dikalahkan.

Ketiga, Tindakan rakyat Sura­baya yang mampu membangkitan semangat rakyat di kota-kota lain, membawa pesan berharga bahwa perjuangan tidak boleh ditunda bahkan ketika belum banyak orang lain yang melakukannya. Justru keberanian yang luar biasa untuk memulai perjuangan akan menginspirasi orang lain untuk tu­rut menggabungkan diri.

Dan Keempat, sikap manis bangsa lain yang tergabung dalam sekutu merupakan sikap semu, fatamorgana dan hanya manis diluarnya. Di balik semua itu tersembunyi maksud busuk yang mengeksploitasi dan mencabik nilai-nilai kebersamaan dan per­satuan di antara keanekaragaman bangsa. Karena itu segala apa yang dilakukan sekutu apalagi dibon­cengi NICA merupakan tindakan yang tidak dapat ditolerir.

Pahlawan di Masa Kini

Pahlawan tidak hanya hadir di dalam catatan-catatan sejarah yang hanya dikenang. Pahlawan yang berjuang dengan segenap jiwa dan raganya harus terus hidup, jangan sampai redup. Sesungguhnya setiap insan yang membawa bangsa kepada kema­juan patut kita beri penghargaan setinggi-tingginya, apapun ben­tuk perjuangannya. Mereka juga adalah pahlawan.

Mereka yang menegakkan nilai-nilai kebenaran di pentas peradi­lan adalah pahlawan. Mereka yang berusaha menguasai ilmu penga­tahuan dan teknologi demi kemu­liaan bangsa adalah pahlawan.

Mereka yang meningkatan martabat bangsa di arena olah­raga adalah pahlawan. Mereka yang telah membesarkan seorang pahlawan seraya menanamkan ajaran-ajaran agama dan moral kepadanya, juga adalah pahlawan.

Mereka yang berani member­antas penyakit masyarakat dan bangsa semacam Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah pahlawan. Mereka yang tidak tertipu oleh keadaan yang seakan “baik-baik saja”, juga pahlawan.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Mereka menyadari keadaan yang “baik-baik saja” seringkali membelenggu diri mereka pada status quo. Karena itu, keadaan itu justru mereka anggap sebagai sebuah ancaman terhadap upaya mencapai kemajuan. Mereka mampu mengidentifikasi kehadi­ran musuh saat orang lain justru terpikat oleh musuh itu.

Musuh mereka tidak hadir terang-terangan di hadapan mer­eka, tetapi menjelma sebagai ses­uatu yang dianggap wajar oleh kebanyakan orang. Musuh itu mungkin tidak menjadi musuh ber­sama, karena itu kerap kali mereka berjuang sendirian melawannya. Mereka beserta segenap pengor­banannya juga menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang untuk turut berjuang melawan keterting­galan diri dan bangsa.

Nilai-nilai herok yang mereka usung menyadarkan orang lain akan pentingnya memulai gerakan ke arah kemajuan. Jelaslah mer­eka pantas kita kagumi. Namun, masalah yang kini lebih penting ialah bagaimana kita mengabil ba­gian dalam perjuangan bersama mereka, karena zaman ini sedang menunggu.

Momentum 10 November merupakan satu sejarah yang ti­dak mungkin kita lupakan karena pada tanggal tersebut atau 70 ta­hun yang lalu telah terjadi peris­tiwa heroik berupa pertempuran di Surabaya.

Pahlawan yang berjuang saat itu bukan saja berjasa dalam mem­perjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, melainkan juga telah melahirkan serangkaian nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang kemudian dikenal sebagai nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial, yang selalu ditumbuh kem­bangkan pada era kemerdekaan hingga kini.

Penanaman Nilai Kepahlawanan

Pelestarian nilai-nilai kepahla­wanan dalam berbagai paradigma dan implementasinya harus dimu­lai sejak dini terhadap anak bangsa baik di lingkungan keluarga, ling­kungan masyarakat dan lingkun­gan sekolah, sehingga orang tua, tokoh masyarakat, tokoh publik dan guru diharapkan dapat men­transformasikan nilai-nilai kepahl­awanan tersebut kepada anak di­dik yang pada gilirannya mampu merefleksikan nilai-niai kepahla­wan itu dalam aktivitas sehari-hari, baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang pada saatnya nanti akan menjadi generasi penerus bangsa yang profesional, handal, tangguh, serta memiliki integritas, jiwa kepahlawanan, keperintisan, tanpa pamrih, ulas asih, serta me­miliki kepekaan dan kepedulian sosial dengan tetap menghargai jasa para pahlawannya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================