20151015_133929Ayam bakar memang gak ada matinya. Banyak orang yang menekuni usaha ayam bakar, namun tetap saja laku keras. Buktinya Ayam Bakar Bang Juned, milik Eddy Nugroho, selalu ramai pengunjung. Outletnya di Jalan Gagalur 1 No 12, Bangbarung, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, tak pernah sepi pembeli.

Oleh :Rudi Irawan
[email protected]

Eddy Nugroho mengatakan, Ayam Bakar Bang Juned baru berdiri pada Juli 2013. Sejak awal outletnya di depan Mas­jid Arrahman, Bangbarung. Dari lapak tersebut, pria yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan alat berat ini, mampu mencetak omzet hingga belasan juta rupiah.‘’Sebetulnya saya bikin usaha ayam bakar ini tidak sengaja, apalagi diren­canakan,’’ kata Eddy kepada Bogor Today, di Bangbarung, Selasa (1/12/2015).

Tidak mudah bagi Eddy dalam mengem­bangkan usaha ini. Ia bercerita, sejumlah rintangan pernah dihadapi sebelum akh­irnya dapat menuai hasil yang cukup bagus seperti sekarang.“Saya dulu kerja kantoran di perusahaan alat berat selama empat ta­hun. Rutinitas padat bikin saya divonis Hepatitis A oleh dokter. Saya sempat istira­hat setengah tahun dan masuk lagi bekerja. Pikiran saya kemudian bilang kenapa nggak berwirausaha saja,’’ katanya.

Sebelum menekuni usaha ayam bakar, Eddy sempat buka bisnis pakaian, karena saat itu pas bertepatan dengan momen Idul Fitri tahun 2012. Ia memanfaatkan mobilnya untuk dijadikan outlet berjalan dan menja­jakan pakaian di Taman Kencana Bogor.

“Ternyata saya kurang cocok di bisnis baju. Saya manfaatkan internet untuk men­cari info usaha yang cocok untuk saya. Ke­mudian terpikir buat buka usaha ayam po­tong. Saya buat kandang di samping rumah dan menjual 100 ekor ayam,” kata Eddy.

Tidak hanya menjual untuk kebutuhan rumah tangga, Eddy juga mengatakan bahwa ayam potongnya ia jajakan pula ke restoran-restoran yang dekat dengan lokasi rumahn­ya. ‘’Salah satu klien restoran ada yang minta suplay ayam, 15 ekor ayam per hari harus saya kirim ke restoran itu,’’ katanya.

Karena tak memiliki pengalaman dalam mengelola ayam po­tong, restoran yang pesan ayam terse­but menolak ayam kiriman Eddy. Bukan karena kualitas ayamnya, tetapi lantaran berat bobot ayam­nya. “Saya baru tahu kalau ayam potong yang dikirim harus memiliki berat 9 ons. Se­dangkan ayam yang saya jual kualitas bagus dengan bobot sekitar 1,3 kg. Akhirnya ayam yang saya kirim ditolak. Kalau didiamkan ayam ini akan hancur atau bau,” ceritanya.

Meski sedikit kecewa, Eddy rupanya ti­dak mau larut dalam kekecewaan. Ia kemu­dian mencari solusi agar ayam ini tetap bisa dijual. Seperti biasa, Eddy memanfaatkan teknologi internet di smartphone-nya untuk mencari resep ayam olahan.

“Akhirnya kepikiran buka restoran ayam bakar. Hari itu juga pas ditolak restoran, saya cari resep bumbu ayam bakar. Kemudi­an saya langsung aplikasikan. Saya dan istri beranikan diri buka lapak seberang Masjid Arrahman Bangbarung,” katanya.

Lagi-lagi, usahanya tak semulus yang dibayangkan. Ia sempat dimaki-maki oleh konsumen karena ada bercak darah pada potongan ayam yang ia jajakan. “Ayam uku­ran besar ternyata mengolahnya lebih sulit. Kritik dari konsumen saya terima untuk perbaikan ke depan. Saya terus perdalam lagi cara memasak dan mengolah ayam berukuran besar,” tandasnya.

Akhirnya, Eddy menemukan komposisi yang pas untuk menu ayam bakarnya. Se­jumlah konsumen pun kepincut membeli ayam bakar olahan Eddy. Promosi dari mu­lut ke mulut dan sosial media membantu mencuatkan nama Ayam Bakar Bang Juned.

Awalnya hanya beberapa potong terjual, kini Eddy mampu menjual minimal 10 ekor per hari dengan omzet belasan juta rupiah. “Order banyak ketika jelang makan siang. Kebetulan saya sediakan jasa pesan antar. Selain karyawan kantoran, alhamdulillah sejumlah instansi seperti pemerintahan, perbankan dan perusahaan swasta pesan nasi box dengan menu ayam bakar ke kami,’’ katanya.

Eddy menjelaskan, kenapa konsumen memilih Ayam Bakar Bang Juned. “Kita pu­nya nilai plus. Misalnya ayam saya lebih be­sar ukurannya. Satu ekor ayam, saya potong menjadi empat bagian saja. Bisa diantar wa­laupun beli cuma satu potong,’’ ujarnya.

Kemudian, Eddy juga berani dibumbu dan sambal. Saya jamin walau harga cabai naik, kualitas rasa pedasnya tidak akan berkurang. Rasanya juga tidak kalah karena bumbu meresap dan tekstur ayam bakar yang lembut,” tandasnya.

Ayam Bakar Bang Juned ini harganya sangat terjangkau mulai dari Rp 15 ribu per potong hingga Rp 58 ribu per ekor kon­sumen sudah bisa menikmatinya. ‘’Kita buka mulai jam 11:00 siang atau rata-rata pas jam makan siang sampai habis, ya jam 15-an,’’ katanya.

Ayam Bakar Bang Juned memiliki obsesi untuk menjadi sebuah restoran. Saat ini, usaha Eddy tersebut masih berupa lapak semi permanen. Banyak yang meminta franchise, tapi Eddy takut rasanya akan berubah. ‘’Jangan sampai menghancurkan rasa yang sudah dijaga selama ini,’’ pung­kasnya. (inten/nadya)

============================================================
============================================================
============================================================