Efek sekunder epilepsi yang menjadi faktor kematian mendadak saat terjadi kejang.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Belum lama ini sempat heboh kemaÂÂtian seorang penari asal Amerika Serikat (AS), Florence Delorez Griffith Joyner (38) alias Flo-Jo yang meninggal akibat serangan epilepsi pada saat dia tidur. Ya, kerap kali pasien epilepsi meninggal mendadak tanpa penyebab kematian yang jelas. Mengapa bisa demikian?
Serangan epilepsi yang kemudian beruÂÂjung kematian disebut sudden enexpected death in epilepsy alias SUDEP. SUDEP ini biÂÂasanya ditandai dengan masalah jantung atau pernapasan. Namun pemicu sesungguhnya selama ini masih misterius, sehingga kemunÂÂculannya tidak bisa diprediksi.
“Jadi pasien epilepsi itu kalau hanya keÂÂjang saja tidak ada yang meninggal. Ada juga orang yang serangan kejangnya sekali lalu berhenti atau terus-terusan kejang dan tiÂÂdak berhenti. Sering kali yang membuat pasien berat itu efek sekundernya,” ujar Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Palang Merah IndoÂÂnesia (PMI) Kota Bogor, Yoeswar Darisan.
Karena serangan yang terus terjadi, biasanya hal itu meÂÂnyebabkan pasien terbentur ke pintu atau bahkan jatuh. “Kalau tidur sih tidak apa-apa, palÂÂingan hanya lemas sebentar. Kalau keÂÂjangnya sampai memÂÂbuat jatuh lalu kepalÂÂanya terbentur sampai menyebabkan masalah baru bahaya itu, atau kalau kambuh sewaktu masak lalu tersiram air paÂÂnas. Kalau sedang berenang juga tiba-tiba kejang lalu airnya masuk ke paru-paru,” lanjut pria yang kerap dipanggil Yoes itu.
Menurutnya, orang yang meninggal akibat epilepsi adalah karena efek sekunder. Efek sekunder itu yang kemudian membuat seseorang denÂÂgan epilepsi meninggal, ia mencontohkan misÂÂalnya orang yang seÂÂdang menyeberang jalan, lalu kemudian terkena serangan epilepsi dan keÂÂmudian tertabrak kendaraan. “Atau kalau sedang menyÂÂetir. Karena kan kaÂÂlau sedang serangan si pasiennya ini tidak sadar,” imbuhnya.
Pencegahannya adalah dengan berobat teratur. Selain itu pasien dan keluarganya diharapkan lebih berÂÂhati-hati. Sehingga pasien epilepsi yang sering kali mendapat seÂÂrangan sebaiknya tidak mengendarai mobil atau berenang, dan jangan sampai terÂÂjadi keÂÂcelakaan. “Jarang ya yang sebenarnya tiba-tiba meninggal, kalau dalam hitungan menit meninggal biasanya itu ada gangguan janÂÂtung,” kata dr Diatri.
Namun yang perlu dikhawatirkan adalah orang dengan status epilepsi, di mana keÂÂjang terjadi tanpa ada selanya. “Saat itu kan orangnya hilang kesadaran. Kalau setiap keÂÂjang hentikan, jangan sampai berulang, cari penyebabnya. Kalau menghentikan kejang ada prosedurnya, ada step by step-nya yang dilakukan oleh dokter,” ucapnya.
Tidak ada angka pasti mengenai risiko SUDEP, namun diperkirakan terjadi pada 1 di antara 1.000 penderita epilepsi. Di Inggris, SUDEP telah menewaskan 500-1.000 pertaÂÂhun sementara di Australia baru 150 kasus yang pernah tercatat.
Baru-baru ini, sebuah penelitian yang dilakukan di University of Sydney berhasil mengungkap sebagian dari tabir misteri terseÂÂbut. Penelitian tersebut menelusuri 68 kasus SUDEP yang terjadi di Australia antara 1993- 2009, lalu membandingkan DNA pada sampel darah dari 48 kasus di antaranya.
Pengamatan itu berhasil mengungkap 3 penanda genetik pada sampel darah para koÂÂrban SUDEP yang diberi kode KCNQ1, KCNH2 dan SCN5A. Ketiga penanda genetik terseÂÂbut berhubungan dengan fungsi otak yang bertanggung jawab untuk mengatur perÂÂnapasan dan denyut jantung.
Temuan ini memberikan sedikit penjelasan mengenai risiko SUDEP yang selama ini jarang diteliti. Para peneliti berniat untuk terus mengemÂÂbangkan temuannya itu, agar suatu saat nanti bisa menemukan bentuk intervensi sebagai pencegahan.