Pernikahan wanita yang masih usia remaja atau berusia kurang dari 17 tahun sebaiknya memang dilarang. Hal ini karena pernikahan usia dini memicu tingginya angka kematian ibu. Dari sisi medis, remaja perempuan usia 10-14 tahun berisiko meninggal saat hamil atau melahirkan lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Sementara risiko kematian pada anak yang menikah pada usia 15-19 tahun dua kali lebih tinggi.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Perempuan usia 20 taÂhun atau yang lebih mudah tidak disarankÂan untuk hamil dan melakukan persaliÂnan karena berisiko untuk ibu dan bayi. Risiko untuk ibu bisa berupa anemia pada kehamiÂlan, tekanan darah tinggi dalam kehamilan, perdarahan pasca persalinan dan keguguran serta produksi ASI berkurang. Remaja perempuan yang menikah usia dini berisiko mengalami masalah kesehatan reproduksi, seperti kanker leher rahim, trauma fisik pada organ intim, dan kehamiÂlan berisiko tinggi-preeklampsia, bayi prematur, dan kematian ibu.
Menurut dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, kehamilan dan persalinan di usia di bawah 20 tahun berisiko kematian pada anak. “Ibu muda menyumbang kematian bayi dan balita. SebanÂyak 50 per 1000 kelahiran hidup, untuk kematian bayi sebanyak 56 dan balita 72,” jelasnya.
Fenomena banyaknya ibu muda di Indonesia sendiri akibat masih maraknya pernikahan usia dini dan kecenderungan seks pra nikah usia remaja. Dr. Jane meÂmamparkan kecenderungan itu jumlah persentasenya mengalaÂmi peningkatan.
“Seks pranikah di usia remaja menurut penelitian Adolescent Reproductive Health, SDKI 2012 mengalami peningkatan. Usia remaja tersebut antara 15-19 taÂhun,” tutur dr. Jane.
Sebanyak 14,6 persen laki-laki melakukan seks di luar nikah pada usia 20-24 tahun dan usia 15-19 tahun tercatat 1,8 persen. Sedangkan pada perempuan ditemukan 0,7 persen usia 15-19 tahun dan 4,5 persen dan di Jawa Barat sekitar 48 persen peremÂpuan usia 15-19 tahun sudah melahirkan. “Terjadi peningkaÂtan tertinggi pada laki – laki sebanÂyak 4,1 persen di tahun 2012 dibandÂingkan 2007,” ujar dr. Jane.
Kasus ini akibat kurangnya perhatian masalah reproduksi dan pendidikan seksual. MenuÂrut dr. Jane usia menikah sebaiÂknya saat usia sudah melebihi usia 20 tahun. “Dalam Undang- Undang, usia menikah dikatakan 16 tahun, padahal itu termasuk usia remaja sehingga tidak disaÂrankan karena dapat berisiko unÂtuk ibu dan bayi,†jelas dr. Jane.
Selain itu, dari sisi sosial, perÂnikahan dini berdampak buruk pada psikologis remaja karena emosi mereka tak stabil dan cara pikir belum matang. Sekitar 44 persen peremÂpuan yang menikah di usia dini mengalami keÂkerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan frekuensi tinggi, siÂsanya mengalami KDRT frekuensi rendah.