Sebagai konsensus dasar kebangsaan dan kenÂegaraan, Pancasila adalah milik bersama, berisi norma-norma abstrak yang mengandung dimensi universalitas dan sekaligus partitular. Maka di dalam Pancasila terkandung visi masa depan bangsa. PenÂjabaran atas rumusan operasionalnya sangat terÂgantung pada konteks zaman. Dengan demikian, menurut fungsinya, Pancasila merupakan dasar negara, konsensus dasar, identitas kultur dan visi bangsa, yang saling mengait satu dengan lainnya. Fungsi itu bisa dikatakan sebagai empat kajian poÂkok dalam memahami Pancasila.
Sebagai dasar negara, Pancasila dan UUD 1945 (keduanya) harus dipahami sebagaimana dimaksud awal penyusunannya, yaitu sebagai philisopische grondslag negara, sebagai gagasan dasar yang di dalamnya terkandung vis mengapa negara IndoneÂsai didirikan. Gagasan itu harus dipahami sebagai hasil konsensus bersama di antara tokoh nasional pendidik negeri ini, semacam kontrak sosial dasar. Dengan demikian Pancasila dapat pula disebut staÂatsfundamentalnorm (pokok kaidah fundamental negara). Mungkin benar adanya bahwa Pancasila adalah kontrak sosial. Namun hal ini mengandung masalah sendiri. Pertama, Pancasila dapat dinegoÂsiasikan kembali dan kedua, Pancasila akan kehilanÂgan roh sosio-kulturalnya. Karena itu, pengertian Pancasila sebagai konsensus dasar harus diletakÂkan sebagai konsensus dasar pembentukan negara, yang sudah semestinya tidak perlu lagi dikotak-kaÂtik. Rumusan Pancasila yang kita kenal sekarang ini harus dianggap sebagai kesepakatan final sebagai konsensus bersama dasar pembentukan negara.
Meskipun Soekarno sering menerjemahkan dasar negara (Pancasila) sebagai weltanschauung atau philosopische gronddslag, namun beliau tidak pernah mendesakkan hal itu menjadi agenda resmi negara Indonesia Merdeka. (*)