Bagi Agus, harus dipikirkan lebih matang soal nasib dari 1 juta PNS yang rencananya akan dirumahkan. “Kita betul harus firm, tapi hasilkan beraÂpa, jelas ukuran asalnya dari mana. Bagaimana juga perlindungan HAM-nya. Bagaimana masalah good goverÂnance-nya,†kata dia.
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menyampaikan gagasan merumahkan 1 juta PNS itu untuk efiÂsensi anggaran. Hal ini dibahas pada Rapat Komite Pengarah Reformasi BiÂrokrasi Nasional (KPRBN) di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (31/5). “Ini kan 1 juta angka simulasi belum angka fix. Kenapa 1 juta untuk mengurangi beÂban keuangan negara atas belanja rutin pemerintah yang sudah 33,8 persen,†ujar Yuddy.
Bagi Yuddy, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang menggunakÂan dana daerah untuk belanja pegawai di atas 60 persen. Pemerintah mengÂhitung ada sekitar 200 daerah yang masuk kategori itu. Pemerintah menÂargetkan 80 persen dari 200 daerah tersebut akan diturunkan porsi belanja pegawainya dengan asumsi pemerinÂtah pusat di bawah 30 persen, pemerÂintah provinsi 35-40 persen dan kabuÂpaten kota tidak boleh lebih 50 persen sehingga pengurangannya mencapai 25 persen.
Dikatakan Yuddy, bagi PNS yang dirumahkan, maka tetap mendapatkan gaji tetapi tidak mendapatkan uang tunÂjangan. Sebagai contoh, eselon 1 bergaji Rp 6 juta dengan tunjangan Rp 14 juta, dan jika digabungkan, maka penghasiÂlan mencapai Rp 20 juta. Saat pegawai itu terkena rasionalisasi pegawai, maka eselon 1 itu hanya akan mendapat gaji pokok hingga masa pensiunnya tiba.
Reformasi birokrasi dan efisiensi anggaran pembelanjaan negara yang digaungkan Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla (JK) sepertinya tak menjadi sloÂgan semata.
Secara bertahap, Pemerintah Pusat akan melakukan penghapusan formasi pegawai negeri sipil (PNS) jenjang esÂelon III hingga V pada tahun ini.
Penghapusan tersebut, didasari banyaknya tugas di lingkup kementÂerian, lembaga, atau pemerintah daeÂrah yang seharusnya dikerjakan satu orang, justru dilakukan bersama oleh 10 orang.
Fenomena tersebut, mendeskripsiÂkan terjadinya pemborosan uang negÂara dan tidak efektifnya kinerja PNS. Selain itu, perampingan birokrasi diÂlakukan guna menjaring pegawai negÂeri berkualitas yang mampu melayani publik dengan baik.
“PNS eselon III hingga V akan dihaÂpus sesuai struktur, dan bukan terkait dengan pencapaian kinerjanya. Para pegawai di eselon itu nantinya akan diÂganti dengan pegawai fungsional. Jadi, nanti yang ada hanya pejabat eselon I dan II serta pejabat fungsional yang langsung melayani,†tegas Wakil MenÂteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan dan RB), Eko Prasodjo.
Lalu bagaimana dampak dari kebiÂjakan tersebut, bila diterapkan di Kota Bogor?. Berdasarkan data yang didapat Bogor Today di Badan Kepegawaian, Pelatihan dan Pendidikan (BKPP) ada 134 pegawai eselon III, 827 pegawai esÂelon IV, dan 30 pegawai eselon V.
Setiap pegawai akan mendapatÂkan gaji yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 34 tahun 2014. Dimana dalam aturan tersebut, gaji pokok PNS diukur berÂdasarkan golongan dan masa kerja. “Gaji yang diterima, include dengan tunjangan istri/suami sebesar 10 persÂen dari gaji dan tunjangan anak sebesar 2 persen,†kata Kepala BKPP Kota BoÂgor Fetty Qondarsyah.
Adapun tunjangan lain, yakni tunÂjangan beras dan tunjangan perbaiÂkan penghasilan. Khusus, tunjangan perbaikan penghasilan ini disesuaikan dengan kemampuan pemerintah daeÂrah yang diatur dalam Peraturan WaÂlikota. “Nominal yang didapat PNS ini minimal Rp 1 juta,†sebutnya.
Sementara untuk jaminan pensiun dan hari tua, secara otomatis para PNS dipotong gajinya saat masa kerja. “PNS juga mendapat BPJS kesehatan, kemaÂtian dan tunjangan apabila mengalami kecelakaan kerja,†tandasnya.
Wacana pemerintah pusat untuk memangkas pejabat eselon III dan IV disambut baik Pengamat Politik dan Hukum Universitas Pakuan Bogor, BinÂtatar Sinaga. Kata dia, sebagian besar anggaran yang terdapat di berbagai instansi pemerintah lebih didomiÂnasi untuk keperluan belanja pegawai ketimbang keperluan masyarakat.
Efisiensi yang dicanangkan PemerÂintah Pusat melalui program pemangÂkasan tersebut tentu beban biaya belanja pegawai yang nilainya cukup fantastis ini dapat dialihkan untuk keÂbutuhan lain.
Semisal, kata dia, pembangunan inÂfrastruktur ataupun peningkatan kualiÂtas SDM Kota Bogor. “Tentu hal ini jauh lebih baik,†tegasnya.
Apalagi, selama ini, instansi pemerÂintah dinilainya belum bisa melakukan efisiensi untuk program-program pro rakyat.(*)