Terlepas dari landasan teo­logis atau pemahaman apapun yang mendasari ke-anti-an mer­ekaterhadap Pancasila, bagi saya gerakan-gerakan anti Pancasila adalah “gugatan” kepada para elit politikagar berbenah diri dan kembali pada nilai-nilai Pancasila.

Kelompok-kelompok anti Pancasila samasekali bukan an­caman yang serius jika para elit politik mampu menghadirkan si­fat-sifat positif layaknya manusia ber-Tuhan, beradab, menjaga persatuan, menghadirkan ke­bijaksanaan dalam perwakilan, serta mewujudkan keadilan sos­ial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Adanya kelompok-kelompok anti Pancasila ditengah bencana politik saat ini tidak perludir­espon dengan berlebihan (over react). Tak ada lagi pertarungan ideologi dalam konstelasi poli­tik global, Perang Dingin (Cold War) sudah lama berakhir. Yang terjadi sekarang justru perta­rungan kepentingan (conflict of interest), terutama kepent­ingan ekonomi–politik dari in­ternal maupuneksternal. Maka dari itu, melawan kelompok anti Pancasila harus menjadikan per­juangan mereka sebagai perjuan­gan semu dan menjadikan kam­panye mereka “tidak laku.” Jadi, memperkuat pengamalan nilai-nilai Pancasila itu sendiri adalah metode penangkalan yang pal­ing relevan dibanding berteriak-teriak atau orasi tak berbobot, yang justru kian menampakkan ketidakberdayaan diri sendiri­dalam mengatasi gerakan-ger­akan anti Pancasila.

Jika pengamalan nilai-nilai Pancasila diperkuat dan terlak­sana dengan baik, yakni ketika paraelit politik dengan tingkah-laku dan produk kebijakannya berhasil menghadirkan sifat-sifat positiflayaknya manusia ber-Tu­han, beradab, serta terwujudnya keadilan sosial, maka kelompok-kelompokanti Pancasila ini tak­kan bisa tumbuh subur, teriakkan mereka takkan lantang seperti sekarang, dantakkan ada ruang bagi mereka untuk memperalat masyarakat.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Revitalisasi Pancasila

Persoalan-persoalan kebang­saan yang telah mencapai titik kronis ini pada akhirnyamemun­culkan banyak tanya di dalam benak kita. Masihkah penting dan diperlukan Pancasila? Seber­apa digdaya Pancasila ditengah berbagai anomali dan perubahan zaman yang begitu cepat? Atau­bahkan, mungkin saja keadaan kronis ini justru membuat beber­apa orang sangat apatis. Jangank­an memikirkan Pancasila, bagi beberapa orang kehidupan sudah cukup njelimet dengan kebutu­han pokok, cicilan-cicilan, atau mungkin tunggakan kartu kredit.

Kedigdayaan Pancasila sebet­ulnya telah diakui oleh banyak pemikir dunia. Salah satu pen­gakuan itu adalah ketika nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila mendapat pujian dari Bertrand Russel, seorang filsuf Inggris yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sintesis kreatif dan jalan tengah antara ideologi demokrasi-kapitalis den­gan ideologi komunis. Ia bahkan menyatakanbahwa Bung Karno adalah seorang pemikir besar dari belahan Timur (Great Think­er in The East).

Tristan Mabry, salah satu Dok­tor Ilmu Politik dari University of Pennsylvania juga mengakuibah­wa kehadiran Pancasila sebagai dasar negara begitu penting dan telah berhasil membanguniden­titas nasional sebagai identitas sipil (civic identity), bukan iden­titas etnis (ethnic identity) seperti Thailand dan Myanmar sehingga keduanya terus mengalami kon­flik etnis yang berkepanjangan­hingga saat ini.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Sayangnya, kedigdayaan dan berbagai pengakuan dunia terhadap Pancasila tidak seja­landengan praktek pengamalan Pancasila di negerinya sendiri. Padahal, Pancasila telah memi­liki landasan ontologis, episti­mologis dan aksiologis yang san­gat kuat. Jika saja semua pihak memahami,meyakini dan men­gamalkannya dengan baik, maka tujuan untuk mencerdaskan dan mensejahterakan bangsa ini bu­kanlah perkara sulit. Setelah 71 tahun tegaknya Pancasila di neg­eri ini, kita harus kembali bang­kit seraya melakukan revitalisasi Pancasila.

Revitalisasi Pancasila meru­pakan suatu proses menghidup­kan kembali nilai-nilai Pancasila kedalam kehidupan masyarakat. Proses ini, baik secara perbuatan maupun cara berpikir, dimaksud­kanuntuk membuat Pancasila menjadi lebih aplikatif dalam konteks kenegaraan yang mel­ingkupiberbagai dimensi, yaitu; politik, ekonomi, maupun sosial-budaya.

71 tahun Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak boleh se­batas peringatan dan seremo­nial belaka, ia harus dipahami dengan komprehensif, diyakini dengan teguh dan diamalkan dengan sungguh-sungguh. Dirga­hayu Pancasila, Dirgahayu Ide­ologi Bangsa. (*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================