Yang dimaksud dengan negeri di sini ialah negeri Syam termaÂsuk di dalamnya Palestina. Allah memberkahi negeri itu karena keÂbanyakan Nabi dilahirkan di negÂeri ini dan tanahnyapun subur. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Para nabi tinggal di Syam dan tiÂdak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.†(HR at-Tirmidzi).
Khalifah terakhir turki ustÂmani sultan Abdul Hamid II, mengatakan Sesungguhnya aku tidak akan melepaskan bumi Palestina meskipun hanya sejenÂgkal…Tanah Palestina bukanlah milikku, tetapi milik kaum MusÂlim…Rakyatku telah berjihad unÂtuk menyelamatkan bumi ini dan mengalirkan darah demi tanah ini…Hendaknya kaum Yahudi meÂnyimpan saja jutaan uangnya… Jika suatu hari nanti Khilafah terkoyak-koyak, maka saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarÂkan uang sedikit pun. Selagi aku masih hidup, maka goresan pisau di tubuhku terasa lebih ringan bagi diriku daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari Khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi
Syeikh Ahmad Yasin dengan lantang pernah berucap : Umat ini tidak akan pernah memiliki kemuliaan dan meraih kemenanÂgan kecuali dengan Islam. Tanpa Islam tidak pernah ada kemenanÂgan. Kita selamanya akan selalu berada dalam kemunduran samÂpai ada sekelompok orang dari umat ini yang siap menerima panÂji kepemimpinan yang berpegang teguh dengan Islam, baik sebagai aturan, perilaku, pergerakan, pengetahuan, maupun jihad. IniÂlah satu-satunya jalan. Pilihlah oleh Anda: Allah atau binasa.
Sementara di negeri perÂtiwi ini, dimana kaum muslimin adalah mayoritas juga tidak sepi dari berbagai cobaan dan ujian hidup. Kehidupan sempit tengah melanda negeri ini. Di negeri ini begitu mahal yang namanya keÂamanan, kesejahteraan, keadilan apalagi kebahagiaan. Kesulitan ekonomi dengan banyaknya pengangguran dan PHK tengah dirasakan oleh kaum muslimin. Ironisnya yang justru merasakan kesejahteraan materi adalah orang-orang asing yang diberikan ruang untuk menguasai sumber daya alam milik rakyat.
Negeri ini juga tengah menghÂadapi berbagai kerusakan kehiduÂpan akibat runtuhnya sendi-sendi moral bangsa. Maraknya miras, pornografi, pornoaksi telah menÂjerumuskan bangsa ini kepada kubangan perilaku amoral. AkiÂbatnya marak tindak kriminal, pembunuhan, pemerkosaan, seks bebas, LGBT, perzinahan, pelacuran hingga tawuran. Entah sudah berapa nyawa melayang akibat kriminalitas yang disulut oleh tenggakan miras ini. Padahal Allah sang Pemilik kehidupan ini telah dengan tegas mengharamÂkan biang dosa ini.
Baik di Indonesia maupun di belahan bumi lainnya, dapat diÂsaksikan bagaimana kaum musÂlimin tengah menghadapi ujian berat dalam berbagai bentuknya. Kekompakan kaum muslimin di seluruh dunia dalam melakÂsanakan perintah puasa RamadÂhan adalah refleksi ketundukan kepada Allah. Karena itu, hendaÂknya moment Ramadhan tahun ini semestinya dijadikan sebagai bentuk muhasabah kebangsaan atas apa yang menimpa kaum muslimin.
Muhasabah kebangsaan adalah refleksi ketaqwaan kolektif kaum muslimin di seluruh dunia untuk kembali bersatu membanÂgun kepemimpinan dan peradaÂban Islam dengan ikatan al Qur’an dan al Hadist. Umat Islam adalah bangsa yang satu dengan ikatan persaudaraan berdasarkan aqiÂdah. Bukankah umat Islam diseluÂruh dunia memiliki Tuhan yang Satu, Kitab yang satu, Nabi yang satu, dan negara yang satu. Sebab ketaqwaan adalah kembalinya manusia dalam ketundukan kepaÂda Allah semata. Kepemimpinan peradaban Islam inilah yang akan mampu memerdekakan kaum muslimin dari berbagai bentuk perpecahan, kezaliman dan seÂgala bentuk keterjajahan. Semoga Ramadhan kali ini memberikan inspirasi agung bagi persatuan, kebangkitan dan kemerdekaan seluruh kaum muslimin hingga kembali menjadi umat terbaik dengan segala kemuliaannya. Semoga syariah Islam kembali menghiasi peradaban dunia. (*)