RAMADHAN Mubarak kembali menyapa kaum muslimin di seluruh dunia. Dengan berbagai kemuliaan dan keistimewaan yang ada di dalamnya, wajar jika bulan suci ini merupakan salah satu bulan yang paling dirindukan kehadirannya oleh kaum muslimin. Berbagai cara di berbagai negara dilakukan kaum muslimin unutk menyambut bulan mulia ini dengan penuh antusias dan hati gembira. Sebab rasa gembira menyambut datangnya bulan Ramadhan adalah bagian dari refleksi keimanan seorang muslim.
Oleh: AHMAD SASTRA
Dosen Pascasarjana UIKA Bogor
Setiap perintah ibadah dalam Islam selalu meÂmiliki dimensi vertikal dan horizontal, indiÂvidual dan sosial. Meski puasa adalah perintah ibadah yang harus dilakukan oleh setiap individu kaum muslimin, namun tetap memberikan pesan-pesan spiritual sosial. Secara individual, pelaksanaan puasa Ramadhan memiliki dampak meningkatnya kualitas ketaqwaan. Sebagaimana disepakati oleh jumhur ulama bahwa hakekat ketaqwaan adalah derajat mulia bagi seorang musÂlim karena mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan mamÂpu menjauhi seluruh larangan AlÂlah. Bahkan dalam Qur’an surgu juga disebut dengan istilah darul muttaqien, dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah Sebaik-baik temÂpat bagi orang yang bertakwa (QS An Nahl : 30).
Sebelum dan setelah keÂdatangan bulan suci Ramadhan bukan berarti tanpa hambatan, rintangan dan ujian. Karenanya kaum muslimin perlu memperÂsiapkan bekal ilmu, mental dan keimanan, agar bulan Ramadhan tahun ini bisa menjadi orang-orang beruntung di hadapan Allah kelak. Orang beruntung adalah orang yang semakin meÂningkat ketaqwaannya kepada Allah, baik sebelum, selama dan setelah bulan Ramadhan. Dalam kontek kebangsaan, Ramadhan adalah jalan menuju ketaqwaan kolektif. Ketaqwaan kolektif akan menghasilkan keberkahan kolekÂtif pula.
Untuk memotivasi kaum muslimin sekaligus kabar gemÂbira agar, maka Allah akan meÂlipatgandakan kebaikan setiap amalan di bulan suci Ramadhan. Sebagai contoh saat kaum musliÂmin membaca al Qur’an di bulan suci Ramadhan. Jika kaum musliÂmin membaca satu juz Al Qur’an kira-kira berjumlah 7000 huruf, kalikan satu huruf dengan 10 keÂbaikan dikalikan pahala 70 keÂwajiban maka akan menghasilkan 4.900.000 kebaikan. Jika satu kali saja Al Qur’an dikhatamkan selama bulan Ramadhan, maka akan didapat 147 juta kebaikan. Jika tiga kali akan didapatkan 441 juta kebaikan. Sungguh Allah meÂlipatgandakan pahala setiap amal sholeh di bulan Ramadhan. KareÂna itu penting menjadikan RamaÂdhan sebagai ladang amal, bukan bulan untuk bermalas-malas.
Ramadhan bukanlah momen untuk bermalas-malasan apalagi berbuat maksiat. Banyak perisÂtiwa besar dalam sejarah yang justru terjadi pada bulan RamadÂhan. Kemenangan Perang Badar dibawah kepemimpinan RasuÂlullah terjadi di bulan Ramadhan. Pembebasan Ka’bah Al MusyÂarafah (Fathu Makkah) oleh 10 ribu kaum muslimin terjadi pada terjadi pada bulan Ramadhan taÂhun 8 Hijriyah. Penaklukan kaum Tartar, Khalifah Al Mu’tasyim memenangkan perang Khiththin untuk membela seorang musÂlimah yang dilecehkan tentara Romawi. Penaklukan Syam oleh Shalahuddin Al Ayyubi dan keÂmenangan panglima Nuruddin Zanki dari kaum salibis. Bahkan Indonesia meraih pertolongan Allah bebas dari penjajah juga di bulan Ramadhan. Bulan RaÂmadhan adalah juga merupakan bulan lahirnya tokoh-tokoh besar seperti Nabi Yahya, Al Hasan bin Ali, al Huli Al Hasan bin Yusuf bin Al Muthahhar, Mirza Baqir Az ZaÂnjani. Bulan Ramadhan juga awal berdirinya Universitas Al Azhar Kairo oleh Jauhar Asy Syakali diÂmasa Khilafah Fatimiyah.
Meski kebahagiaan harus terus menghiasi hati kaum musliÂmin menghadapi datangnya tamu agung Ramadhan, namun kesediÂhan atas kondisi kaum muslimin di seluruh dunia tentu juga tidak mungkin disembunyikan. Di tenÂgah kegembiraan kaum muslimin menyambut bulan Ramadhan di negeri ini, disaat yang sama saudara muslim lain di negara lain justru dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Mereka terjebak dalam situsi perang, kelaparan, kezaliman dan bahkan pengusirÂan. Padahal umat ini adalah umat terbaik yang dilahirkan di dunia.
Berbagai tragedi dan kezaliÂman kini tengah dihadapi oleh kaum muslimin di berbagai negÂara dari Palestina, Suriah, Irak, Myanmar hingga negara-negara Eropa. Tragedi Palestina berupa pembunuhan dan penjajahan atas kaum muslimin tentu buÂkan semata-mata masalah kemaÂnusiaan, tetapi masalah akidah seorang muslim. Dalam pandanÂgan Islam, Tanah Palestina (Syam) adalah tanah milik kaum Muslim. Kaum muslimin di seluruh dunia adalah bersaudara, satu kesatuan bagai satu tubuh. Jika sakit salah satu anggota tubuh, maka angÂgota tubuh yang lain ikut meraÂsakana sakitnya. Di tanah ini berdiri al-Quds, yang merupakan lambang kebesaran umat ini, dan ia menempati posisi yang sangat mulia. Umat Islam jangan meluÂpakan sejarah, jangan melupakan sejarah. “ Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negÂeri yang Kami telah memberkaÂhinya untuk sekalian manusia dan Kami telah memberikan kepada- Nya (Ibrahim) lshak dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh†(QS Al Anbiya : 71-72)
Yang dimaksud dengan negeri di sini ialah negeri Syam termaÂsuk di dalamnya Palestina. Allah memberkahi negeri itu karena keÂbanyakan Nabi dilahirkan di negÂeri ini dan tanahnyapun subur. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Para nabi tinggal di Syam dan tiÂdak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.†(HR at-Tirmidzi).
Khalifah terakhir turki ustÂmani sultan Abdul Hamid II, mengatakan Sesungguhnya aku tidak akan melepaskan bumi Palestina meskipun hanya sejenÂgkal…Tanah Palestina bukanlah milikku, tetapi milik kaum MusÂlim…Rakyatku telah berjihad unÂtuk menyelamatkan bumi ini dan mengalirkan darah demi tanah ini…Hendaknya kaum Yahudi meÂnyimpan saja jutaan uangnya… Jika suatu hari nanti Khilafah terkoyak-koyak, maka saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarÂkan uang sedikit pun. Selagi aku masih hidup, maka goresan pisau di tubuhku terasa lebih ringan bagi diriku daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari Khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi
Syeikh Ahmad Yasin dengan lantang pernah berucap : Umat ini tidak akan pernah memiliki kemuliaan dan meraih kemenanÂgan kecuali dengan Islam. Tanpa Islam tidak pernah ada kemenanÂgan. Kita selamanya akan selalu berada dalam kemunduran samÂpai ada sekelompok orang dari umat ini yang siap menerima panÂji kepemimpinan yang berpegang teguh dengan Islam, baik sebagai aturan, perilaku, pergerakan, pengetahuan, maupun jihad. IniÂlah satu-satunya jalan. Pilihlah oleh Anda: Allah atau binasa.
Sementara di negeri perÂtiwi ini, dimana kaum muslimin adalah mayoritas juga tidak sepi dari berbagai cobaan dan ujian hidup. Kehidupan sempit tengah melanda negeri ini. Di negeri ini begitu mahal yang namanya keÂamanan, kesejahteraan, keadilan apalagi kebahagiaan. Kesulitan ekonomi dengan banyaknya pengangguran dan PHK tengah dirasakan oleh kaum muslimin. Ironisnya yang justru merasakan kesejahteraan materi adalah orang-orang asing yang diberikan ruang untuk menguasai sumber daya alam milik rakyat.
Negeri ini juga tengah menghÂadapi berbagai kerusakan kehiduÂpan akibat runtuhnya sendi-sendi moral bangsa. Maraknya miras, pornografi, pornoaksi telah menÂjerumuskan bangsa ini kepada kubangan perilaku amoral. AkiÂbatnya marak tindak kriminal, pembunuhan, pemerkosaan, seks bebas, LGBT, perzinahan, pelacuran hingga tawuran. Entah sudah berapa nyawa melayang akibat kriminalitas yang disulut oleh tenggakan miras ini. Padahal Allah sang Pemilik kehidupan ini telah dengan tegas mengharamÂkan biang dosa ini.
Baik di Indonesia maupun di belahan bumi lainnya, dapat diÂsaksikan bagaimana kaum musÂlimin tengah menghadapi ujian berat dalam berbagai bentuknya. Kekompakan kaum muslimin di seluruh dunia dalam melakÂsanakan perintah puasa RamadÂhan adalah refleksi ketundukan kepada Allah. Karena itu, hendaÂknya moment Ramadhan tahun ini semestinya dijadikan sebagai bentuk muhasabah kebangsaan atas apa yang menimpa kaum muslimin.
Muhasabah kebangsaan adalah refleksi ketaqwaan kolektif kaum muslimin di seluruh dunia untuk kembali bersatu membanÂgun kepemimpinan dan peradaÂban Islam dengan ikatan al Qur’an dan al Hadist. Umat Islam adalah bangsa yang satu dengan ikatan persaudaraan berdasarkan aqiÂdah. Bukankah umat Islam diseluÂruh dunia memiliki Tuhan yang Satu, Kitab yang satu, Nabi yang satu, dan negara yang satu. Sebab ketaqwaan adalah kembalinya manusia dalam ketundukan kepaÂda Allah semata. Kepemimpinan peradaban Islam inilah yang akan mampu memerdekakan kaum muslimin dari berbagai bentuk perpecahan, kezaliman dan seÂgala bentuk keterjajahan. Semoga Ramadhan kali ini memberikan inspirasi agung bagi persatuan, kebangkitan dan kemerdekaan seluruh kaum muslimin hingga kembali menjadi umat terbaik dengan segala kemuliaannya. Semoga syariah Islam kembali menghiasi peradaban dunia. (*)
Bagi Halaman