Meningkatkan populasi sapi ready stock juga bisa dilakukan dengan memacu peterÂnakan sapi komersial. Hal itu bisa dilakukan dengan mendorong BUMN lebih terlibat di investasi produksi sapi. Di tengah keterbaÂtasan sapi ready stock di tingkat nasional, keterlibatan BUMN dalam `bisnis sapi’ tentu saja merupakan sebuah peluang bisnis menÂjanjikan. Belum lagi, jika bisnis itu bisa dikemÂbangkan tidak semata untuk memenuhi stok daging nasional, namun juga untuk produk-produk olahan seperti sosis dan baso.
Daerah penyangga Kesan `kelangkaan’ daging sapi di tengah tingginya populasi sapi nasional juga terkait dengan masalah distriÂbusi. Kalaupun stok sapi ada, masih dirasakan kendala di sisi transportasi pengangkutan dari sentra-sentra produsen sapi di Jawa dan luar Jawa. Karena itu, saya menilai wajar jika ada ide agar swasembada sapi tidak langsung ber skala nasional dulu, namun ditetapkan per zona.
Pemerintah bisa menciptakan daerah-daerah penyangga pasokan sapi per zona berdasarkan jumlah populasi sapi yang ada. Daerah penyangga menjadi tumpuan ketÂersediaan pasokan daging di zonanya, meski tentu saja secara fleksibel bergerak pada prinÂsip supply and demand. Jika pasokan dagÂing di zonanya aman atau ketika demanddari provinsi di wilayahnya minim, tetap terbuka kemungkinan daerah penyangga memasok daging sapi ke luar zona wilayahnya.
Dengan mengatur adanya daerah peÂnyangga berdasarkan zona ini, jalur distribusi daging sapi antarwilayah niscaya akan lebih mudah, efisien dan irit biaya.
Mengungkap kasus suap kuota impor sapi dan memberantas kartel yang mengendalÂikan harga daging di pasaran memang suatu hal penting yang perlu dilakukan. Namun, merumuskan `politik impor sapi’ yang bisa memutus ketergantungan bangsa ini pada koÂmoditas daging bangsa lain juga tidak kalah strategis dan urgennya. (*)