Ditinjau dari perspektif psikologi, perokok adalah orang yang tidak mampu mengendalikan diri dari ke­inginan yang sesungguhnya disadari sebagai perbuatan yang tidak baik. Apakah seorang perokok secara psikologis juga merupakan orang yang tidak mampu mengendalikan diri dalam konstek yang lain. Apakah perokok lebih emosional, sedang bu­kan perokok lebih rasional ? Apakah seorang perokok merupakan orang yang mengalami ganggung psikologis semacam strees, hingga rokok sebagai katarsitas psikologisnya ? Seberapa jauh kebiasaan merokok berpenga­ruh terhadap psikologis pelakunya ? Tentu hal ini masih perlu penelitian yang lebih mendalam. Padahal jika benar, Islam telah memberikan jalan untuk meraih ketenangan batin den­gan memperbanyak zikir kepada Al­lah, simpel dan berpahala.

Sementara jika berkenaan dengan narkoba, maka tidak diragukan lagi keharamannya menurut Islam. Tentu saja ditinjau dari berbagai aspeknya, narkoba adalah barang yang sangat buruk dan merugikan sang pengguna dan juga menyusahkan keluarga dan orang lain secara permanen. Selama seseorang kecanduan dan menggunakan nar­koba, maka dirinya akan selalu men­jadi sumber masalah bagi orang lain di sekitarnya.

Bahkan efek domina dari peng­gunakan narkoba berupa perilaku-perilaku yang menyimpang. Pernah dikisahkan ada seorang yang tergoda syetan untuk memilih apakah minum memabukkan, membunuh atau berzi­na. Akhirnya dia memilih minum den­gan harapan tidak akan merugikan orang lain. Ternyata setelah mabuk, orang itu lantas berzina dan mem­bunuh. Beberapa bentuk bentrokan massal dan tawuran seringkali diaki­batkan oleh kondisi mabuk.

Ramadhan Bulan Perubahan Diri

Momen Ramadan sebagai bulan tarbiyah dari Allah kepada hamba-hambaNya untuk mempu mengendal­ikan diri dari perbuatan yang dilarang Allah hendaknya menjadi momen terbaik untuk melakukan sebuah hi­jrah diri menjadi lebih baik. Puasa Ra­madan setidaknya digunakan untuk melakukan latihan untuk meninggal­kan sama sekali rokok dan narkoba. Sebab apapun alasannya, keduanya lebih baik jika ditinggalkan, sebelum mengalami penyesalan yang tiada berujung, atau kematian menjemput.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Dalam kondisi normal tidak ber­puasa, rata-rata perokok berat dari pagi hingga sore akan menghabiskan sebungkus rokok, namun ketika ber­puasa ternyata bisa meninggalkan sama sekali. Kemampuan meninggal­kan rokok saat puasa adalah semata-mata karena memiliki niat yang kuat dan berkomitmen untuk tidak me­langgar perintah Allah. Nah, kenapa moment Ramadan tidak sekalian dijadikan sebagai momen untuk me­ninggalkan rokok dan narkoba sama sekali.

Bulan Ramadan sebagai bulan yang istimewa karena pelipatgandaan pahala bagi pelaku kebaikan, terma­suk sedekah. Jika kebiasaan merokok sehari 2 bungkus seharga 25.000 ru­piah, maka sebulan telah menghabis­kan 750.000 rupiah. Jika diibaratkan satu rupiah sebagai satu kebaikan dan selama Ramadan dilipatgandakan se­banyak 70 kebaikan, maka 750.000 x 70 sama dengan 5.250.000 kebaikan selama sebulan. Ini baru dari kebai­kan sedekah dari uang belanja rokok saja. Mana yang lebih baik, menye­dekahkan uang belanja rokok dengan pahala jutaan atau untuk beli rokok dan mengakibatkan penyakit dan kerugian finansial ? Tidak perlu kecer­dasan tinggi untuk menjawab pertan­yaan ini bukan ?

Sepanjang melaksanakan puasa Ramadan, sesungguhnya merupakan tarbiyah Allah kepada hambaNya un­tuk bisa menjalani sebuah perilaku yang lebih baik dari sebelumnya, leb­ih rajin dari sebelumnya, lebih soleh dari sebelumnya dan lebih taqwa dari sebelumnya. Itulah kenapa, ujung dari puasa adalah meraih ketaqwaan. Ketaqwaan artinya ketaatan kepada perintah Allah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Jika sebelum puasa dan setelah puasa tidak men­galami perubahan yang lebih baik, tentu saja dipertanyakan apakah suk­ses puasanya atau tidak ? Jika setelah puasa konsumsi rokoknya tambah banyak, tentu puasanya juga layak di­pertanyakan.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Alangkah indahnya jika setiap muslim bisa merealisasikan perubah­an diri menjadi lebih baik pasca Rama­dan. Sebab jika hari ini hari ini lebih baik dari hari kemarin berarti berun­tung, jika hari ini sam dengan hari ke­marin artinya merugi dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin artinya celaka alias bencana. Ibarat kepom­pong, setelah melakukan puasa, dia menjelma menjadi kupu-kupu yang indah dan menyenangkan. Artinya ku­ku-kupu adalah perubahan diri yang lebih baik dari sebelumnya seekor ulat yang menakutkan. Jika seluruh masyarakat Indonesia beriman dan bertaqwa, maka rokok dan narkoba tak kan pernah ada, sebab tak satupun yang sudi mengkonsumsinya.

Sebagai sesama muslim, penulis mengingatkan sebuah kebajikan un­tuk lebih baik berhenti merokok, se­lain terkait dengan penghematan dan kesehatan sebagai refleksi kesyukuran rejeki harta dan kesehatan dari Allah, tidak merokok juga memberi kontri­busi positif jangkan panjang bagi kete­ladanan yang baik untuk generasi men­datang. Untuk memupuk tekad mulia itu, Ramadan inilah moment yang te­pat. Semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk kita semua, meski penu­lis tahu bahwa hidup adalah pilihan bagi orang-orang yang berakal. Mari kita kampanyekan Ramadhan sebagai titik awal untuk berhenti merokok/ narkoba dan untuk selamanya. Mari kita jaga kesucian bulan Ramadhan dengan perilaku sholeh. (*)

 

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================