Penelitian kedua pakar ini keÂmudian sering dianggap sebagai penelitian yang akurat dan aktual. Penelitian keduanya dianggap akurat dikarenakan asumsi dan kesimpulan yang diperoleh memberikan gamÂbaran betapa pendekatan yang diÂlakukan dalam penelitian ini mampu menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dibuktiÂkan secara ilmiah. Dengan mengguÂnakan asumsi bahwa ada keterkaitan yang erat antara hukum dan politik, keduanya kemudian memberikan kesÂimpulan yang tegas bahwa konfigurasi politik sangat berpengaruh terhadap karakter produk hukum dan karakter kekuasaan kehakiman.
Kesimpulan yang dihasilkan seÂcara tegas menunjukkan bahwa asumÂsi yang digunakan dapat dibuktikan dengan berbagai argumentasi yang kemudian sampai pada kesimpulan yang lebih kurang mampu menduÂkung asumsi yang digunakan. AdaÂpun penelitian keduanya dianggap aktual karena penelitian ini sesuai dengan carut marutnya sistem hukum dan politik yang ada di negara ini. Munculnya berbagai macam persoaÂlan hukum dewasa ini mendatangkan keraguan masyarakat akan adanya keadilan, jaminan dan kepastian huÂkum serta kepercayaan atas lembaga penegak hukum. Penelitian keduanya setidaknya dapat memberikan jawaÂban konstruktif tentang bagaimana seyogianya dapat menghasilkan suatu produk hukum yang dapat memberiÂkan keadilan, jaminan dan kepastian hukum dan bagaimana seyogianya menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai lembaga penegak hukum yang dapat memberikan keadilan, jaminan dan kepastian hukum dapat berjalan secara independen atau otoÂnom tanpa campur tangan pihak lain di dalam menjalankan kewajibannya.
Untuk menjawab pertanyaan diÂmana posisi sistem politik Indonesia dapat ditempatkan. Apakah magniÂtude-nya mengarah ke spektrum deÂmokratis ataukah otoriter? Dalam hal ini Mahfud (1998) menentukan tiga kriteria standar demokrasinya suatu konfigurasi politik, yaitu (i) lembaga perwakilan rakyat (parlemen) sangat berperan dalam menentukan arah, kebijaksanaan dan program politik nasional, sehingga parlemen dapat diÂpandang sebagai representasi rakyat yang diwakilinya; (ii) pers memiliki kebebasan yang relatif tinggi; dan (iii) pemerintah melaksanakan keputuÂsan-keputusan lembaga perwakilan rakyat dan menghormatinya sebagai representasi rakyat. Sedangkan pada konfigurasi politik yang otoriter meruÂpakan kebalikan dari konfigurasi poliÂtik demokrasi.
Praktek politik yang terjadi deÂwasa ini di Indonesia menunjukkan fenomena-fenomena sebagai berikut: Pertama, lembaga perwakilan rakyat (parlemen) cukup berperan dalam menentukan arah dan kebijaksanaan politik nasional, sehingga parlemen cukup dipandang sebagai representaÂsi rakyat yang diwakilinya. Hanya saja kecenderungan terjadinya praktik koÂalisi bersyarat menjadi ancaman akan terjadinya sistem parlementer yang tidak sehat dan cenderung manipulaÂtif. Dampaknya, ada kecenderungan eksekutif dikontrol atau mengontrol. Eksekutif bisa saja tidak dapat serta merta menerapkan suatu kebijakan strategis tanpa adanya persetujuan dari parlemen (bilamana sistem opoÂsisi berjalan seimbang), namun di sisi lain eksekutif dapat serta merta meminta legislatif untuk melegalkan kebijakan yang telah dilaksanakan (bilamana sistem oposis tidak berjaÂlan seimbang). Bahkan dalam konteks ini, parlemen bisa saja hanya menjadi alat eksekutif untuk memuluskan program-program pesanan yang tidak didasarkan atas pemihakan terhadap kepentingan rakyat, melainkan hanya untuk kemudahan dan kepentingan partai pengusung dan koalisi beÂsarnya. Padahal legislatif seharusnya dapat berfungsi sebagai sebuah badan penasehat yang dapat memberikan arahan-arahan pelaksanaan kebijakan yang diterapkan. Dalam konteks koÂalisi besar bersyarat ini, eksekutif dan legislatif cenderung akan saling bermain untuk melakukan kebijakan-kebijakannya tanpa memperdulikan norma serta prinsip-prinsip good govÂernance dan clean government.
Kedua, pers memiliki kebebasan yang relatif cukup tinggi. Munculnya era Reformasi membawa berkah yang sangat luar biasa terhadap perkemÂbangan dan kemajuan dunia media, baik cetak maupun elektronik. BanÂyak sekali perusahaan-perusahaan media yang kemudian bermunculan di era ini. Berita-berita yang ditulis maupun ditayangkan relatif cukup akurat dan aktual. Tidak sedikit berÂita yang secara eksplisit dan implisit memberikan argumentasi yang berÂtentangan dan bernada kritikan terÂhadap kebijakan, baik yang dilakukan oleh lembaga legislatif, eksekutif, maupun yuikatif. Namun demikian kebebasan pers yang diberikan seÂcara besar-besaran tersebut bukanÂnya tidak menuai kritik dan protes masyarakat. Tidak sedikit berita-berÂita yang ditampilkan mengundang respon negatif dari masyarakat, seÂhingga tidak jarang permintaan penuÂtupan beberapa media diaspirasikan sendiri oleh masyarakat. Akan tetapi, seiring dengan maraknya penguasaan media asing oleh kelompok partai atau pemilik yang berpartai, telah mengakibatkan terjadinya distorsi nilai objektifitas berita akibat kecenÂderungan pemihakan kepada pemilik media yang berpartai atau media yang mengusung salah satu partai.
Ketiga, pemerintah relatif menikÂmati keputusan-keputusan lembaga perwakilan rakyat yang cenderung blunder akibat urusan â€eweuh pakÂeweuh†karena praktek satu koalisi besar bersyarat, dalam hal ini lemÂbaga perwakilan rakyat tidak lagi berÂperan sebagai representasi rakyat meÂlainkan merupakan representasi dari partai atau atau eksekutif. Beberapa kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang diterbitkan cendÂerung memberangus hak-hak maÂsyarakat dalam rangka memperoleh penghidupan yang layak secara sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang juga sering diupayakan untuk dilakÂsanakan eksekutif. Dan keempat, rakyat bebas memberikan argumenÂtasi dan memberikan pendapat yang bertanggungjawab bilamana kebiÂjakan pemerintah dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tidak jarang terjadi mobilisasi massa untuk melakukan protes atas kebijakan yang diterbitkan dan dilaksanakan. Akan tetapi, dikarenakan kekuatan kebiÂjakan terletak di legislatif dan ekseÂkutif yang cenderung bermain mata, maka segenap usulan dan aspirasi masyarakat tidak akan digubris dan menjadi bahan pertimbangan kebiÂjakan selanjutnya.
Keempat argumentasi seperti dikemukakan di atas setidaknya dapat menunjukkan tarikan magnitude ke arah spektrum politik yang mana sistem politik yang terjadi di IndoneÂsia saat ini. Yang jelas, sejarah dan dunia telah menunjukkan bahwa deÂmokrasi atau otoriter suatu konfigÂurasi politik belum dapat sepenuhnya memberikan jaminan akan terciptanÂya kehidupan ekonomi, sosial dan buÂdaya yang layak bagi masyarakatnya. Akan tetapi demokratisnya suatu konÂfigurasi politik setidaknya dapat memÂberikan titik cerah bagi munculnya sistem pemerintahan berbasis kekuaÂtan rakyat sebagai cermin sekaligus tongkat sosial dalam kehidupan berÂbangsa, bernegara dan bermasyaraÂkat. Hanya tetap perlu dicatat bahwa kata â€rakyat†dalam hal ini adalah menggambarkan seluruh manusia yang hidup di wilayah negara kesÂatuan Republik Indonesia dan yang mengerti akan arti pentingnya NKRI bagi kelangsungan dan kebanggaan bangsa dan negara. (*)