Zikrullah, Wakil Kepala SKK Mi­gas menilai, pemangkasan cost re­covery akan mempersulit revisi pro­gram kerja dan anggaran atau Work Program and Budget (WP&B). Pasal­nya, target produksi (lifting) masing-masing Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah disesuaikan dengan cost recovery yang diaju­kan.

Untuk itu, ia mengatakan, in­stansinya sedang mencari cara agar lifting bisa memenuhi target dengan cost recovery yang minim. “Sekarang kami melihat, kesuli­tannya ada di cost recovery demi mencapai produksi seperti angka yang dimau. Masalah ini apakah akan dibayar ke KKKS di peri­ode berikutnya, ini yang sedang kami diskusikan dalam menyusun WP&B,” ujar Zikrullah, kemarin.

Ia melanjutkan, pada awalnya SKK Migas mengajukan angga­ran cost recovery sebesar US$11,9 miliar demi mendapatkan lifting 820 ribu barel per hari. Namun, jika cost recoveryjadi dipangkas sebesar US$4 miliar sesuai keingi­nan Badan Anggaran DPR, Zikrullah pesimistis target lifting tercapai.

Maka dari itu, ia sangat menyay­angkan sikap DPR yang tak mem­beri waktu bagi SKK Migas untuk menghitung penghematan cost re­covery yang optimal. Setelah ini, jelasnya, SKK Migas akan menghi­tung elastisitas cost recovery, yaitu seberapa besar lifting minyak akan berkurang jika cost recovery di­pangkas sebesar US$1 miliar. “Tapi karena ini merupakan keputusan Banggar ya tentu saja akan kami hormati. Dari sisi hulu nanti kami lihat seperti apa implementasinya,” jelasnya.

Selain itu, ia juga takut pengu­rangan cost recovery membuat KKKS tidak mendapatkan insentif untuk melakukan eksplorasi. Pasal­nya, KKKS pasti enggan melakukan belanja modal yang sama sekali tidak menghasilkan produksi di saat pemerintah belum tentu akan mengganti belanja modal tersebut.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Ayam Goreng Madu yang Praktis dan Lezat

“Jadi ya nanti cost recovery-nya akan dikeluarkan demi work­over dan well service, intinya akti­vitas migas yang memang terlihat di depan mata,» jelas Zikrullah.

Sementara itu, Vice President Public and Government Affairs, Exx­onMobil Indonesia, Erwin Maryoto menuturkan, masalah cost recov­ery dan produksi akan diserahkan kembali sesuai revisi WP&B yang kini sedang disusun. “Nanti kan ada semuanya ada di dalam WP&B. Kami sebagai KKKS, akan mengacu di situ saja,” jelas Erwin tanpa mem­beritahu bocoran revisi WP&B yang diajukan oleh perusahaannya.

Sebagai informasi, dalam pem­bahasan RAPBNP 2016, Banggar DPR dan Pemerintah sepakat cost recovery disunat menjadi US$8 mil­iar dari pagu sebelumnya US$11 mili­ar di APBN 2016. Pemangkasan cost recovery dilakukan demi menjaga defisit fiskal terjaga di bawah 3 pers­en dari PDB. Hal itu juga dilakukan untuk mengantisipasi jika peneri­maan pajak sebesar Rp165 triliun dari kebijakan pengampunan pajak tidak tercapai.

“Supaya defisit anggaran tidak melebihi 3 persen maka kami ber­sepakat menetapkan cost recov­ery US$8 miliar,” ujar Ketua Bang­gar DPR, Kahar Muzakar, pekan lalu. Pada tahun lalu, realisasi lift­ing minyak tercatat 777,56 ribu barel per hari dari target 825 ribu barel per hari dengan realisasi cost recovery mencapai US$13,9 miliar. Rincian cost recovery tersebut 50 persen dialokasikan untuk biaya produksi, 22 persen untuk biaya eksplorasi dan pengembangan la­pangan produksi, dan 13,7 persen untuk biaya depresiasi.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Nasi Goreng Jamur yang Lezat dan Bikin Nagih

Kementerian ESDM juga me­nyatakan akan menambahkan refer­ensi Brent dan WTI di dalam formu­lasi ICP dari referensi sebelumnya yang hanya berisikan RIM dan Platts dengan proporsi masing-masing 50 persen. Rencananya, formulasi ini akan dilakukan pada bulan depan, dan bisa memberikan harga yang baik bagi minyak Indonesia.

“Tujuannya agar lebih realistis harganya, apalagi dengan kondisi sekarang. Kalau jaman dulu me­mang tidak salah acuannya karena jaman dulu kondisinya masih baik. Kalau yang sekarang, kami lihat lagi kondisinya, mana yang pas,» ujar Direktur Jenderal Migas Kement­erian ESDM, I Gusti Nyoman Wirat­maja, akhir pekan kemarin.

Sebagai informasi, pemerintah mulai menghitung potensi kenai­kan PNBP migas dengan berubahn­ya asumsi ICP dan lifting minyak. Dalam pembahasan RAPBNP 2016, Pemerintah dan DPR menyepak­ati asumsi ICP sebesar US$40 per barel, naik dari ususlan awal US$35 per barel dan sedikut turun dari tar­get US$50 per barel di APBN 2016. Sementara target lifting minyak di­naikkan dari 810 ribu barel per hari (bph) menjadi 820 ribu bph.

Apabila pada asumsi sebelum­nya PNBP migas ditargetkan me­nyumbang Rp57,04 triliun, maka dengan asumsi yang baru diharap­kan menyumbang Rp110,47 triliun ke kas negara.(*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================