Hijapedia-Its-Your-Community-34KALAU kita lihat di media massa maraknya kasus pelecehan dan kekerasan sexual akhir-akhir ini, yaitu: ada mahasiswa, pelajar SMA, SMP bahkan SD yang memperkosa secara beramai-ramai kemudian untuk menutupi jejaknya korban perkosaan ini dibunuh, sungguh perbuatan yang sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan. Sehingga layak Indonesia mendapat julukan darurat kejahatan sexual, kita sebagai orang tua miris dibuatnya.

Oleh: HERU BUDI SETYAWAN S.PD.PKN
Wakasek Humas SMA Pesat Kota Bogor

Penulis berpendapat penyebab semua ini adalah dampak yang sangat berbahaya dari miras (minuman keras) dan mudahnya masyarakat men­gakses situs pornagrafi dan por­noaksi di internet. Para pelaku kejahatan sexual ini, biasanya melakukan aksinya dalam ke­adaan mabuk dan sering melihat video porno.

Tapi kebanyakan kita lupa, bahwa para pelaku pelecehan dan kekerasan sexual ini berasal dari keluarga yang kurang mem­perhatikan pendidikan dan per­gaulan dari anak-anaknya. Bisa jadi berasal dari keluarga sibuk, keluarga broken home, keluarga cerai, keluarga tidak harmonis atau keluarga yang tidak men­gontrol kegiatan anaknya sehari-hari dan tidak tahu siapa saja teman-teman anaknya.

Menurut Bang Napi, keja­hatan itu terjadi karena ada niat dan kesempatan, niat kejahatan dipicu oleh pengaruh miras dan sering nonton video porno, se­mentara kesempatan dipicu dengan semakin bebasnya gaya hidup masyarakat Indonesia. Misal anak diperbolehkan pa­caran oleh orang tuanya, anak diijinkan keluar rumah dengan pacarnya pada malam hari. Ka­sus perkosaan banyak terjadi karena wanita korban perkosaan mau diajak ke tempat kost pa­carnya atau laki-laki yang baru dikenalnya.

Kasus pelecehan dan perkosaan biasanya juga meli­batkan orang terdekat di kelu­arga kita, bisa orang tua, paman, tetangga, kawan bahkan juga bisa melibatkan pejabat, public pigure serta selebritis. Seperti yang dilakukan oleh artis terke­nal dang dut beberapa waktu yang lalu dan sekarang sudah di­sidangkan berketetapan hukum di pengadilan. Karena Indonesia sudah gawat darurat kekerasan sexual, maka ada wacana dari pemerintah untuk dihukum diki­biri bagi pelaku perkosaan.

Untuk mencegah dan men­gurangi kasus pelecehan serta kekerasan sexual di Indonesia, maka harus dimulai dari keluarga kita sendiri, yaitu dengan mem­bentuk keluarga kita menjadi ke­luarga sakinah. Kita sering men­gucapkan kata keluarga sakinah, bahkan ditambah dengan kata mawaddah serta warahmah jika datang pada acara resepsi perni­kahan saudara atau teman kita. Tapi setelah itu kita lupa dengan keluarga kita sendiri serta kita ti­dak berusaha agar keluarga kita bisa menjadi keluarga sakinah.

Kata sakinah dalam bahasa Arab memiliki arti tenang, da­mai, tentram, dan aman. Asal mula kata ini berasal dari Al- Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21, yang artinya “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supa­ya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadi­kan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,”

Menurut Ustadz Dr. Syafiq Ba­salamah, M.A. ketika seseorang menikah, maka tujuannya adalah ingin meraih kebahagiaan di rumah tangga yang dibangun­nya. Ia juga ingin mendapatkan anak-anak yang shalih dan shali­hah yang bisa menjadi penyejuk pandangan mata. Allah SWT berfirman: “Ya Tuhan kami, an­ugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqan, surat 25 ayat 74)

Namun, di akhir zaman ini kita melihat rumah yang di­harapkan menjadi surga ternyata malah menjadi neraka. Lihatlah begitu banyak anak-anak yang hidup di pinggir jalan, anak-anak yang terkena narkoba, anak-anak yang menjadi pezina, wanita-wanita yang menjual dirinya, coba tanyakan, ke mana orang tuanya? Apakah mereka terlahir tanpa orang tua? Setiap orang yang menginginkan rumahnya menjadi surga, maka ia harus memulainya dari dalam dirinya dan dari dalam rumahnya.

Ketika penghuni rumahnya terdiri dari orang-orang yang sha­lih, maka akan terbangunlah baiti jannati (rumahku surgaku). Tapi ketika para penghuni rumahnya terdiri dari orang-orang yang rusak akhlak dan agamanya, seperti istri yang tidak taat kepada suaminya, suami yang zalim kepada istrinya, anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya, maka yang tercipta akhirnya adalah rumahku ner­akaku. Na’udzubillahi min dzalik.

Jadi sebelum keluarga kita menjadi keluarga sakinah, maka semua anggota keluarga kita ha­rus menjadi hamba yang beri­man dan bertaqwa dulu. Hamba yang beriman dan bertaqwa itu adalah hamba yang sesuai den­gan apa yang terdapat pada Kitab Suci Al Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 2-4, yang artinya. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mer­eka yang bertaqwa, (yaitu) mer­eka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan ke­pada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah ditu­runkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidu­pan) akhirat.

Menurut Dadang Hawari, mengutip pemikiran Nick Stinnet dan John De Prain dari Universi­tas Nebraska, AS, dalam studinya berjudul The National Study of Family Strenght, ada enam krite­ria untuk mewujudkan keluarga sakinah, yaitu:

Pertama, ciptakan kehidupan religius dalam keluarga. Sebab dalam agama terdapat nilai-nilai moral atau etika kehidupan yaitu antara lain kasih sayang, cinta mencintai dan kasih mengasihi dalam arti yang baik. Kedua, tersedianya waktu untuk bers­ama-sama keluarga. Kita harus ada acara keluarga, tidak ingin di­ganggu urusan kerja. Tiga, kelu­arga harus menciptakan hubungan yang baik antar anggota. Empat, saling menghargai dalam interaksi ayah, ibu dan anak. Lima, jika mengalami masalah, prioritas utama adalah keutuhan keluarga. Enam, keluarga sebagai unit terkecil antara ayah, ibu dan anak adanya hubungan yang erat dan kuat.

Kalau sudah tercipta keluarga sakinah di suatu keluarga, maka tidak akan ada pelecehan dan kekerasan sexual pada keluarga tersebut. Bagaimana mungkin seorang bapak soleh mau mem­perkosa anaknya atau orang lain, karena sang suami sudah puas terlayani dengan istrinya. Bu­kankah istri solehah itu tidak bo­leh menolak ajakan suami untuk berhubungan suami istri, selama istri itu tidak haid.

Atau bagaimana mungkin, seorang istri solehah selingkuh dengan laki-laki lain, bukankah istri solehah itu bisa menjaga diri, harta dan kehormatannya, meskipun tidak ada suaminya di rumah. Atau bagaimana mung­kin seorang anak soleh atau solehah pacaran bahkan sampai hamil di luar nikah, bukankah anak yang soleh atau solehah itu selalu menjaga pandangan, jaga wudu, tidak mau pacaran dan hanya mau ta’aruf (perkenalan) jika mau menikah.

Atau bagaimana mungkin seorang pemimpin yang soleh atau solehah melakukan pelece­han dan kekerasan sexual ter­hadap anak buahnya, bukankah seorang pemimpin yang soleh atau solehah itu merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah SWT, sehingga tidak mungkin akan melakukan hal tersebut. Bukankah Allah itu Maha Menge­tahui apa yang ada di langit dan di bumi serta di antara keduanya.

Jika semakin banyak terben­tuk keluarga sakinah di Indo­nesia, maka nanti akan tercipta kesolehan sosial, sehingga pel­ecehan dan kekerasan sexual le­nyap dari bumi pertiwi. Jayalah Indonesiaku. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================