ALLAH berfirman: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf : 96)
Oleh: BAHAGIA. SEDANG S3 IPB
Dosen Tetap Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan Ketua Literasi IGI Kota Bogor
Seringnya seseorang mendapatkan musibah bukan menjadi indikasi bahwa seseorang itu tiÂÂdak disayang oleh Allah. Hal itu juga bukan ukuran bahwa ia bukan Manusia yang beriman. Makin seringnya seseorang itu dapat bencana makin banyaknya hikmah yang ia dapatkan. Semua bergantung kepada kuat atau tidaknya seseorang atas keyakiÂÂnannya bahwa ia sedang dibuat oleh Allah menjadi manusia yang sukses. Kita harus bersyuÂÂkur dengan banyaknya bencana hidup yang diberikan.
Semua itu sebagai bunga-bunga hidup membuat sesÂÂeorang itu tahan dan mampu untuk menjadi manusia yang hebat. Dalam perjalannya kerap kali mengeluh dan putus asa. Saat itulah kita jadi manusia yang dikembalikan kembali unÂÂtuk dapat musibah atau bencana. Banyaknya bencana itu memang ada kaitannya dengan imannnya manusia. Semakin banyak manuÂÂsia yang beriman maka semakin banyaknya perubahan yang tamÂÂpak. Selagi seseorang itu juga mau merubah yang lain menuju ke jalan yang benar.
Misalkan, anak yang ditingÂÂgal meninggal oleh Ibunya dan ayahnya. Ia menjadi Yatim dan piatu. Ia hampir tak sanggup menghadapi hidup yang sekian sulitnya. Semua kejadian itu unÂÂtuk mengukur ketahanan Iman seseorang. Selain itu, kerusakan ekologis indikasi penduduk apakah sudah beriman atau tiÂÂdak. Saat banjir dan longsor terjadi pada suatu tempat maka dipastikan kerusakan ekologis terjadi pada daerah tersebut. Jika dikaitkan dengan nilai Iman maka manusia dikatakan yakin dan percaya kepada Allah jika tiÂÂdak merusak.
Yakin Allah melihatnya kareÂÂna melakukan kerusakan pada bentang alam. Merasa bersalah kepada Allah karena gagal menÂÂjadi manusia pemakmur bumi. Iman manusia ternyata makin rusak. Nampak dari menyebar dan makin luasnya bencana ekologis seperti banjir, longsor, angin puting beliung dan banjir dari laut. Meski bencana alami juga terjadi seperti gunung meÂÂletus. Jika kita kembali kepada nilai Iman, luasnya kerusakan ciri banyak manusia yang tidak beriman. Meskupun ada yang beriman pada kawasan bencana namun tetap terdampak. Ikut merasakan karena tidak berhasil mengubah orang lain yang meruÂÂsak ekologis.
Yang beriman cenderung diam saja dan tidak melarang orang yang merusak. Harusnya kesadaran secara kolektif tumÂÂbuh untuk melarang yang meruÂÂsak. Kerusakan ekologis tidak diÂÂyakini indikasi kesalahan dalam pemaknaan nilai Iman. Akhirnya bumi tidak lagi menjadi berkah kepada manusia. Manusia meraÂÂsakan bencana yang seharusÂÂnya manusia dapat berkah dari bagian-bagian alam. Hujan tidak memberikan berkah karena keruÂÂsakan pada bentang lahan. Lahan tidak mampu menyerap air. Kita bisa dikatakan beriman jika kita menjaga alam yang diberikan oleh Allah kepada Kita. Menjaga fungsinya sehingga tidak menimÂÂbulkan bencana alam. Selama ini dilupakan bahwa menjaga alam termasuk ibadah.