20130129AGAMALLAH berfirman: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf : 96)

Oleh: BAHAGIA. SEDANG S3 IPB
Dosen Tetap Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan Ketua Literasi IGI Kota Bogor

Seringnya seseorang mendapatkan musibah bukan menjadi indikasi bahwa seseorang itu ti­dak disayang oleh Allah. Hal itu juga bukan ukuran bahwa ia bukan Manusia yang beriman. Makin seringnya seseorang itu dapat bencana makin banyaknya hikmah yang ia dapatkan. Semua bergantung kepada kuat atau tidaknya seseorang atas keyaki­nannya bahwa ia sedang dibuat oleh Allah menjadi manusia yang sukses. Kita harus bersyu­kur dengan banyaknya bencana hidup yang diberikan.

Semua itu sebagai bunga-bunga hidup membuat ses­eorang itu tahan dan mampu untuk menjadi manusia yang hebat. Dalam perjalannya kerap kali mengeluh dan putus asa. Saat itulah kita jadi manusia yang dikembalikan kembali un­tuk dapat musibah atau bencana. Banyaknya bencana itu memang ada kaitannya dengan imannnya manusia. Semakin banyak manu­sia yang beriman maka semakin banyaknya perubahan yang tam­pak. Selagi seseorang itu juga mau merubah yang lain menuju ke jalan yang benar.

Misalkan, anak yang diting­gal meninggal oleh Ibunya dan ayahnya. Ia menjadi Yatim dan piatu. Ia hampir tak sanggup menghadapi hidup yang sekian sulitnya. Semua kejadian itu un­tuk mengukur ketahanan Iman seseorang. Selain itu, kerusakan ekologis indikasi penduduk apakah sudah beriman atau ti­dak. Saat banjir dan longsor terjadi pada suatu tempat maka dipastikan kerusakan ekologis terjadi pada daerah tersebut. Jika dikaitkan dengan nilai Iman maka manusia dikatakan yakin dan percaya kepada Allah jika ti­dak merusak.

Yakin Allah melihatnya kare­na melakukan kerusakan pada bentang alam. Merasa bersalah kepada Allah karena gagal men­jadi manusia pemakmur bumi. Iman manusia ternyata makin rusak. Nampak dari menyebar dan makin luasnya bencana ekologis seperti banjir, longsor, angin puting beliung dan banjir dari laut. Meski bencana alami juga terjadi seperti gunung me­letus. Jika kita kembali kepada nilai Iman, luasnya kerusakan ciri banyak manusia yang tidak beriman. Meskupun ada yang beriman pada kawasan bencana namun tetap terdampak. Ikut merasakan karena tidak berhasil mengubah orang lain yang meru­sak ekologis.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Yang beriman cenderung diam saja dan tidak melarang orang yang merusak. Harusnya kesadaran secara kolektif tum­buh untuk melarang yang meru­sak. Kerusakan ekologis tidak di­yakini indikasi kesalahan dalam pemaknaan nilai Iman. Akhirnya bumi tidak lagi menjadi berkah kepada manusia. Manusia mera­sakan bencana yang seharus­nya manusia dapat berkah dari bagian-bagian alam. Hujan tidak memberikan berkah karena keru­sakan pada bentang lahan. Lahan tidak mampu menyerap air. Kita bisa dikatakan beriman jika kita menjaga alam yang diberikan oleh Allah kepada Kita. Menjaga fungsinya sehingga tidak menim­bulkan bencana alam. Selama ini dilupakan bahwa menjaga alam termasuk ibadah.

Cenderung merusak eko­sistem saat melakukan pem­bangunan. Bencana itu terjadi karena terlanjur dalam pola pikir manusia kalau merusak ekosistem bukan perangai yang salah. Saat banyak yang tewas maka berpikirlah kalau itu kes­alahan manusia. Mengapa ma­nusia salah karena telah mem­bangun pada ruang lingkungan yang salah. Rumah dibangun diatas rawa-rawa maka termasuk kesalahan. Saat pinggiran sungai diubah menjadi ladang maka mempercepat aliran permukaan saat hujan. Akhirnya banjir. Sun­gai, danau, dan rawa termasuk embung alami. Bisa dikatakan sebagai empang alami. Empang alami ini harus dijaga agar tidak terjadi banjir.

Terakhir, cobaan juga di­berikan kepada manusia. Ada juga yang kita lihat manusia yang hidup miskin namun me­larat didunia. Kita mengenalnya seorang manusia yang beriman. Keterbatasan ekonomi itu sebai­knya menjadi pelajaran baginya agar menjadi manusia yang lebih hebat lagi. Jadi ada hikmah dan nikmat disebalik musibah itu. Kita juga bisa melihat bagaimana seseorang yang ditinggal menin­ggal oleh Anaknya. Iapun hanya punya satu anak. Anak itu harus kembali kepada Allah. Tampak ia tak sanggup untuk meneriman­ya. Setelah itu ada nikmat yang ia dapatkan. Sama halnya ban­yaknya bencana alam yang kita alami kini. Banjir dan kekeringan yang akan kita alami sebagai te­guran dari Allah meski satu sisi kita merasakan hal yang sulit un­tuk melepaskan diri dari bencana itu karena begitulah keadaannya kini. Buminya rusak. Setelah terlepas dari bencana itu maka kita dapat nikmat Iman. Kita akan menjadi manusia yang sadar diri untuk tak banyak merusak.

Dari A’isyah, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabda, “setiap orang Islam yang terkena duri atau lebih be­sar dari itu, niscaya ditulikan (dinaikkan) untuknya satu de­rajat, dan dihapuskan untuknya satu dosa. (HR Imam Muslim). Dari hadis diatas dapat kita ke­tahui bahwa kita menjadi ma­nusia yang kelasnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelas sebe­lum dapat musibah. Semua yang pernah terkena bencana akan menyiapakan hidupnya lebih baik. Jika tidak diberikan ben­cana maka dirinya akan terlena dalam megelola alam dengan cara yang salah. Disini tampak Allah sayang karena Allah tidak mau mereka berbuat lebih buruk lagi dari itu.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Seseorang yang ingin naik kelas dalam kehidupan maka bersykurlah atas bencana. Untuk menghadapi cobaan kehidupan maka ada dua kunci yang harus dipegang yaitu Iklas dan sabar. Jika kita ikhlas menghadapi semua masalah kehidupan dan sabar maka inilah yang kita se­but lolosnya seseorang dari ma­salah hidup. Meskipun kerap kali manusia tak sabar dengan apa yang sedang diujikan kepadan­ya. Mengeluh dan putus asa. Jika mengeluh maka manusia me­nyesali apa yang menjadi ujian baginya. Manusia yang pernah mengalami cobaan kemudian ia melihat orang lain yang pernah ia alami maka akan menumbuh­kan perilaku sayang dan sikap menolong.

Jika seseorang tak pernah mengalami maka apa yang orang lain rasakan tidak pernah ia rasa jika ujian itu sangat berat untuk menjalaninya. Disini pentingnya manusia mendapatkan cobaan hidup yaitu agar berbagi kepada orang lain atas harta yang ia miliki. Mekipun demikian kita juga ha­rus mempertanyakan dan sering mengoreksi diri karena bencana tidak akan datang jika manusia banyak yang beriman. Dengan bencana ekologis akan memberi­kan hikmah kepada manusia. Per­tama, manusia lebih memahami ruang-ruang ekosistem dialam. Dengan kejadian bencana maka mendorong manusia untuk mem­perbaiki ekosistem.

Kedua, manusia lebih cerdas menggunakan tata ruang eko­sistem. Menatanya menjadi lebih baik. Jika ekosistemnya danau dan rawa maka jangan lagi gu­nakan untuk perumahan. Jangan juga perbanyak industri dengan cara menutup kawasan eko­sistem danau, rawa dan sungai. Ketiga, menyuruh manusia un­tuk mengosongkan daerah ping­giran sungai sehingga bencana dapat diatasi. Terakhir, manusia akan merasa bersalah dan naik keimannya karena diberikan bencana. Meskipun saat terkena bencana manusia banyak yang bersedih. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================