TANGERANG, TODAY—SPBU 34-12305 yang diberalamat di Jalan Raya Rempoa, Bintaro, Tangerang Selatan, melakukan praktik curang dengan mengurangi taÂkaran BBM k e p a d a konsumen. Pelaku meÂm a s a n g pera l a tan khusus untuk mengurangi takaran BBM.
Kasubdit Sumdaling DiÂtreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Sutarmo mengungkap peralatan untuk mencurangi takaran itu terdiri dari stabilizÂer power supply, 3 buah komÂponen khusus yang dipasang di masing-masing dispenser dan alat pengendali jarak jauh atau remote control. “Stabilizer power supply ini disimpan di bawah meja di lantai 2 di kanÂtor SPBU. Alat ini bisa disetel
ON/OFF dengan menggunakan reÂmote control,†kata Sutarmo, Selasa (7/6/2016).
Stabilizer power supply ini tersamÂbung kabel ke komponen khusus yang dipasang di dispenser. Kabel stabilizer power supply dari lantai 2 ini dipasang di underground. “Komponen khusus yang dipasang di 3 dispenser inilah yang mengurangi takaran bensin. Sementara power supply itu on terus. Mereka meÂmatikan power supply menggunakan reÂmote control ketika ada sidak,†jelasnya.
Meski menggunakan alat khusus tersebut, namun takaran yang tertera di displey dispenser tidak berubah. “Kami juga belum mengetahui persis bagaiamana mekanisme alat ini, tetaÂpi kemungkinan dia memperlambat arus keluar bensin sementara display masih tetap sama, sehingga takaran berkurang,†paparnya.
Adapun bensin yang berkurang ini sekitar 1 liter dari 20 liter yang dikeÂluarkan untuk konsumen. Alat terseÂbut juga terpasang di 3 dispenser yang menyediakan nozzle untuk BBM jenis premium, pertamax, pertalite dan soÂlar. “Mereka sudah satu tahun melakuÂkan kecurangan ini dengan keuntungan sekitar Rp 3,2 miliar dalam satu tahun,†pungkasnya.
Praktik kecurangan ini sudah terjadi selama satu tahun. Para pelaku meÂraup keuntungan sekitar Rp 3,6 miliar selama satu tahun praktik curangnya itu. “Mereka sudah setahun melakukan kecurangan tersebut. Satu hari rata-rata bisa mendapatkan Rp 10-12 juta atau per hari kalau dirata-ratakan Rp 10 juta saja bisa Rp 300 juta sebulan. Setahun bisa Rp 3,6 miliar,†jelas Sutarmo.
Akan tetapi, uang tersebut dibagi untuk 5 tersangka yang terdiri dari 3 orang pengelola dan 2 orang pengawas. “Istilahnya mereka mendapat ‘uang saku’ sehari dari kegiatan ilegal itu kaÂlau dibagi 5 rata-rata Rp 2 jutaan per hari,†ungkapnya.