JAKARTA TODAY– Peredaran vakÂsin palsu terus dibongkar. Hingga kini, ada 18 tersangka yang telah mendekam di tahanan. “Saksi ada 19 orang sudah kita perikÂsa dan tiga saksi ahli sedang dalam proses penyidikan,†kata Dirtipideksus B a r e s k r i m Mabes Polri Brigjen Pol Agung Setya dalam jumpa pers di kanÂtor Kementerian Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, SeÂlasa (12/7/2016).
Agung juga menjelaskan tenÂtang penyitaan harta para terÂsangka vaksin palsu. Dia meÂnyatakan, mengelola uang hasil kejahatan merupakÂan kejahatan juga. KareÂna itu tersangka juga
akan dijerat UU Pencucian Uang. “Kami tahu uang hasil kejahatannya dibelanjakan untuk membeli mobil, motor, simpan di tabungan ini dalam proses penyidikan,†papar Agung.
“Nanti kami sampaikan data lengÂkapnya tentang berapa rekening yang digunakan. Kami kan tunggu hasil dari bank tentang isinya berapa, ada mobil, motor, rekening kartu kredit, kartu ATM dan sebagainya,†jelas Agung.
Di antara 18 tersangka vaksin palsu yang menonjol adalah pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina. Pasangan ini memposting harÂta kekayaan mereka seperti mobil PaÂjero Sport dan rumah megah di Kemang Pratama Residence di media sosial.
Mabes Polri menduga ada 14 rumah sakit yang membeli vaksin secara tidak resmi. Dari 14 RS yang dicurigai itu, tidak ada 1 pun yang berasal dari RS pemerintah. “Yang jelas tidak ada dari RS pemerintah,†ujar ujar Dir Tipid Eksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya, dalam jumpa pers seusai menggelar rapat Satgas Vaksin Palsu di kantor Kemenkes, Jl HR Rasuna Said, Selasa (12/7/2016).
Hadir dalam rapat tersebut DirtipÂideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehtan Kemenkes Maura Linda Sitanggang, Direktur Pengawasan DisÂtribusi Obat Badan Pom Arustiono, Sekretaris Umum PP IDAI (Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia) Piprim Basarah Yanuarso, dan Kabiro Komunikasi Kemenkes Oscar Primadi.
Menurut Agung, 14 RS itu diduga terkait pemalsuan vaksin bahkan terÂkait dengan produksi vaksin palsu. Diduga 14 RS itu tersebar di berbagai provinsi terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. “Ada proses produksi yang melibatkan pihak tertentu yang kemuÂdian sampai pada 14 RS ini,†ucapnya.
Terkait nama RS-nya, Agung tidak bisa membeberkan karena ini masih tahap penyidikan. “Nanti kami samÂpaikan data lengkapnya,†ucapnya.