Sejak 2013 ia mulai serius menekuni bisnisnya ini. Saat ini bisnis tas kamera Moha mampu meraup omzet sekitar Rp10 juta per bulannya. Target pasar yang diincar Moha yaitu anak sekolah dan mahasiswa tentunya yang memiliki hobi fotografi. Selain itu juga, Moha ingin memperkeÂnalkan produk lokal bisa setara dengan produk dari luar negeri. “Tas bisa bikin 100 tas kamera, omzet ya masih kecil sih sekitar Rp 10 juta/bulan. Ngomongin market share kita lebih fokus ke orang yang punya kamera, yang kedua memÂperkenalkan produk lokal mindset orang Indonesia masih susah.
Aku dua tahun ngurek-ngurek Cirebon nggak ada yang mau pake tas aku. Sekarang Alhamdulillah kualitas dan harga bersaing. Target market mahasiswa, anak sekolah, dan orang umum. Kenapa mahaÂsiswa dan anak sekolah, dulu aku beli susah dengan adanya aku merÂeka bisa punya tas kamera dengan harga terjangkau dan kita bisa cusÂtom,†tukas Moha.
Pria yang saat kuliah mengamÂbil jurusan marketing communicaÂtion ini mengatakan saat ini ia telah memiliki satu orang karyawan yang menjahit tas kameranya. Ia juga berencana menambah jumlah penÂgrajinnya karena permintaan yang sudah mulai banyak.
“Dulu bikin di orang, sekarang Alhamdulillah punya pengrajin sendiri 1 orang, yang kerja ada 2 terÂmasuk saya, saya desain dan packÂaging, selling, dia proses jahitnya per bulan digaji, abis Lebaran mau nambah soalnya banyak orang nyari tas, tapi tas kamera susah bikinÂnya,†terang Moha.
Tas kamera milik Moha ini dijual dengan harga mulai dari Rp170.000 yang paling murah hingga yang palÂing mahal Rp450.000. Ia memasarÂkan produknya secara online juga di galeri miliknya di Cirebon.
Moha juga telah memasarkan produknya ke berbagai kota di InÂdonesia bahkan sempat ada calon pembeli yang berasal dari Jerman, tetapi karena harga pengiriman yang lebih mahal pembeli terseÂbut mengurungkan niatnya untuk membeli produk Moha.
“Sekarang lewat jualan lewat online ada di Facebook, twitter, dan website, ada juga di galeri di CireÂbon di daerah batik Trusmi,†kata Moha
Dia menambahkan, kalau kenÂdala saat ini itu harga kirim barang yang lebih mahal dari harga barangÂnya itu sendiri. Moha menceritakan, waktu itu ada calon pembeli di JerÂman harganya cocok tapi biaya penÂgirimannya tak cocok, akhirnya tak jadi.
Selain itu, dia juga pernah dapat order dari Papua, yang ongkos kirÂimnya juga mahal.
“Makanya kalau ada pesan dari Papua aku bilang supaya mereka cari teman jadi pesannya disatuin aja ongkirnya bisa patungan gitu,†jelas Moha.
Ke depan, ia berharap mengemÂbangkan galeri miliknya di Cirebon selain menjadi tempat penjualan dan tempat pembuatan ia berharap ke depan bisa menjadi tempat unÂtuk fotografi.
“Galeri di Cirebon mau dikemÂbangkan jadi nanti siapa pun yang mau foto-foto bisa di sini ada konsep buat fotografinya. Bisnis ini terus mau dijalanin sampai ujung nyawa sampai semampunya selagi bisa,†tutup Moha.(Yuska Apitya/dtk/ ed:Mina)