Adaptasi itu butuh perenca­naan berapa kekuatan dari ben­da yang akan digunakan untuk adaptasi. Berapa jumlah makh­luk hidup yang bisa ditampung didalam perahu. Harusnya kita mempersiapkan dan melaku­kan identifikasi terhadap ke­mungkinan kerentanan daerah yang terkena bencana ekologis. Selanjutnya disiapkan alat-alat yang bisa membantu dalam me­nyelamatkan korban bencana ekologis tanah air. Jangan lupa berapa kapasitasnya.

Kedua, hewan yang naik haruslah berpasang-pasangan. Maksudanya disini agar suatu saat setelah banjir bandang ma­sih tersedia keragaman hayati sebagai kekayaan alam. Sumber genetik hewan dan tumbuhan tadi sebagai makanan bagi ma­nusia suatu saat nanti. Selain itu, cadangan makanan selama musibah atau banjir. Pangan terselamatkan karena fauna masuk ke kapal berpasang-pa­sangan. Hutan kita kini hancur dan minim ruang terbuka hijau. Kemana perginya hewan kita, tentu punah jawabannya.

Kemana tumbuhan kita, pu­nah jawabannya. Kemudian kita impor pula untuk itu. Kita ini memang perusak nomor satu dibumi ini. Kaya tetapi dangkal sekali otak untuk berpikir. Saat kisah nabi Nuh, fauna ini seb­agai sumber pangan bagi manu­sia karena ikut naik fauna tadi ke kapal nabi Nuh. Suatu saat juga sebagai cadangan setelah terjadi banjir atau bencana karena fauna akan berkembang biak. Perkembangbiakannnya akan jadi sumber bahan pangan bagi manusia. Ketiga, ada kai­tannya antara keimanan den­gan bencana.

Orang yang beriman jus­tru diselamatkan yaitu makhluk yang naik ke kapal nabi Nuh. Jadi orang yang tidak percaya ada kaitannya keimanan dengan bencana banjir serta bencana ekologis pada umumnya maka negeri itu akan tetap terkena bencana. Mengapa demikian, perangai merusak tanah, ser­akah atas lahan, merusak hu­tan, merusak air, mencemari air dan membuat banjir termasuk perilaku salah. Kesalahan terha­dap pengelolaan ekologis men­cirikan bahwa manusia telah salah. Tentu kesalahan itu ada efeknya terhadap dirinya dan manusia yang lainnya.

Keempat, perlunya kita antisipasi sebelum bencana sehingga bencana tidak meru­sak banyak. Kelima, perlunya pemimpin memberikan ara­han yaitu Nabi Nuh kepada warganya agar beriman namun mereka malah ingkar. Siapa yang ingkar tadi dimusnahkan dengan air bah atau banjir ban­dang. Pemimpin negeri ini bisa menghentikan bencana jika pe­mimpinnya juga memberikan arahan dan memberikan solusi atas banjir. Jika pemimpinnya tidak memberikan solusi dalam tanda kutip tidak beriman maka masyarakat akan terdampak atas itu.

Masyarakat yang memilih jadi hati-hati untuk memilih pemimpin. Keenam, setelah bencana banjir maka datan­glah kebahagiaan. Orang-orang zalim telah meninggal semua. Tinggalah orang-orang yang se­lamat dalam perahu nabi Nuh. Peradaban baru akan dimulai dengan orang-orang yang su­dah terseleksi imannya. Untuk itulah kita harus yakini jika bencana ekologis makim ban­yak pada negeri ini maka ma­kin banyak kerusakan ekolo­gis. Kerusakan ekologis sangat dekat dengan manusia yang kurang berpikir. Selalu meny­alahkan banjir, air hujan dan longsor. Padahal diri sendiri yang salah.

Suatu saat jika bencana alam itu makin luas maka ma­kin menyebar meratalah keru­sakan itu. Bencanapun tidak akan pernah berhenti. Orang yang beriman juga harus terus melakukan penyuluhan kepada yang melakukan kerusakn. Jan­gan sampai yang beriman juga ikut terkena karena tidak mau memberikan arahan ke jalan yang benar. Tentu dengan hal itu kita harus melakukan antisi­pasi untuk mitigasi bencana se­belum bencana terjadi. Siapkan peta daerah yang rawan ben­cana atas dasar kerusakan. Ke­mudian siapakan segala keper­luan untuk siaga dan tanggap bencana. (*)

 

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================