Dibawah panji Islam, RaÂsulullah dengan sangat indah menghadirkan kondisi paling ideal dalam sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara. ImÂplementasi hukum dan etika IsÂlam telah memberikan keberkaÂhan bagi siapa saja yang mau tunduk tanpa mengenal perÂbedaan ras, suku, agama, dan warna kulit. Hukum-hukum IsÂlam telah memberikan keadilan dan kesejahteraan yang belum pernah dicapai oleh ideologi lain sepanjang sejarah. Tentu saja Rasulullah mendasarkan seluruh gerakan politiknya pada paradigma wahyu.
Meski tidak begitu jelas tuÂjuan dan pesan yang hendak disampaikan oleh Dawam denÂgan artikelnya itu, namun jika dimaknai sebagai sebuah cita-cita akan tegaknya peradaban Islam melalui upaya-upaya gerÂakan politik, maka ada fakta yang harus juga diperhatikan. Metode yang digunakan untuk mengembalikan peradaban IsÂlam ada tiga. Pertama, dengan jalan kekerasan tanpa komproÂmi. Tentu jalan ini tidak dibenaÂrkan oleh Islam itu sendiri. IsÂlam adalah agama damai, bukan agama teror. Ada sebagian kecil kelompok gerakan yang mengÂgunakan metode ini telah gagal, bahkan metode ini telah melaÂhirkan islam phobia yang sangat merugikan kaum muslimin di seluruh dunia. Akibatnya umat Islam di berbagai negara menÂjadi sasaran diskriminasi yang tidak manusiawi.
Kedua dengan metode deÂmokrasi kompromistis. Metode ini dilakukan oleh partai-partai Islam yang mengikuti arus deÂmokrasi dengan mengikuti pemilu. Harapannya dapat menÂempatkan wakilnya sebagai anggota dewan dalam memÂperjuangkan aspirasi Islam. Metode inipun nampaknya gaÂgal. Sebab yang justru terjadi adalah proses pendangkalan Islam dan proses pencampuran ideologi. Tentu jalan ini juga tidak dibenarkan dalam Islam. Sebab Islam adalah agama yang tidak memberikan kompromi bagi kebatilan, meski juga tidak melakukan kekerasan.
Ketiga adalah gerakan dakÂwah politis yang non parlementÂer tanpa kekerasan. Gerakan ini bertujuan memberikan edukasi politik sehingga melahirkan keÂcerdasan dan kesadaran kaum muslimin akan situasi politik yang ada. Inilah metode yang dilakukan Rasulullah hingga tegak supremasi hukum Islam di Madinah. Meski tanpa memÂberikan gambaran mekanisme kerja term demokrasi Islam yang digagas Dawam, nampakÂnya metode kedua yang lebih cocok untuk gagasan demokrasi Islam. Hal ini diindikasikan oleh Dawam dengan adanya dikhoÂtomi kedaulatan Tuhan dan keÂdaulatan manusia.
Pemaknaan demokrasi sebÂagai syuro merupakan penyeÂderhanaan masalah. Sebab deÂmokrasi tidaklah sesederhana mekanisme syuro. Demokrasi sesungguhnya adalah ideologi politik yang lahir dari filsafat Barat, sebagaimana juga ideÂologi komunisme. Sementara syuro adalah mekanisme penÂgambilan keputusan yang diÂdasarkan oleh nilai-nilai wahyu. Itulah kenapa produk hukum demokrasi banyak bertentanÂgan dengan produk hukum Islam. Di Indonesia sendiri perda-perda syariah dianggap diskriminatif dan tidak sejalan dengan paradigma demokrasi, meski perda itu hanya berlaku untuk kaum muslim.
Mendudukkan gagasan Dawam sebagai wacana yang sulit untuk diimplentasikan dalam tata kelola negara adalah hal yang rasional dan empiris. DenÂgan term demokrasi Islam yang cenderung sinkretis, akan meÂmicu istilah-istilah lain sejenis seperti sekulerisme Islam, libÂeralisme Islam, mederatisme Islam, sosialisme Islam, pluralÂisme Islam atau bahkan mungÂkin radikalisme Islam. Dua term yang memiliki asas yang berbeda, tidak mungkin bisa disatukan. Jika dipaksakan akan terjadi semacam sinkretisme epistemologi yang sekuleristik bahkan liberalistik. KesempurÂnaan Islam tidak membutuhkan lagi label-label primordialistik apalagi menyimpang. Al Qur’an telah menegaskan, ……pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpakÂsa…. (QS Al Maidah : 3). Hai orang-orang yang beriman, maÂsuklah kamu ke dalam Islam keÂseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu muÂsuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah : 208)
Karena itu Islam tidak perlu disandingkan dengan demokrasi atau sebaliknya, keduanya berÂbeda secara asas dan paradigma. Islam adalah ideologi sempurna dari Allah, demokrasi adalah ideÂologi sekuleristik buatan manuÂsia. Karena itu yang ada adalah pilihan : Islam atau sekulerisme, jangan dicampur. (*)