Ia pun menjelaskan, sinergitas dan kerjasama dengan semua pihak menÂjadi faktor terpenting dalam menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempÂuan. Sehingga upaya peneÂkanan korban kasus tersebut dapat diminalisir dengan baik. “Mulai dari mendeteksi masalah, menggali faktor peÂnyebab, hingga pencatatan dan pelaporannya menjadi bagiian yang tak bisa dipisahÂkan,†katanya.
Menurut riset tahun 2015, terdapat 3.971 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di 34 Provinsi InÂdonesia. Salah satunya kasus kejahatan seksual yang terÂjadi di sekolah telah terjadi di 28 Provinsi. Saat ini terÂdapat tiga bentuk kekerasan yang terjadi di hampir seluÂruh wilayah Indonesia, yakni kekerasan seksual dengan kata-kata yang dimulai dari bicara, komentar, SMS, menÂgirim pesan atau mengajak melakukan seksual dengan kata-kata (phone sex). PerÂilaku seksual tanpa persetuÂjuan, seperti mengintip orang sedang mandi, ganti baju dan lainnya, serta pemaksaan untuk melakukan hubungan suami isteri dengan memakÂsa, dan kekerasan juga kejaÂhatan seksual terhadap anak laki-laki makin marak
“Ini menjadi masalah beÂsar yang dapat mengancam masa depan banggsa kita, karena pelaku kekerasan seksual saat ini berasal dari semua kalangan mulai dari pelaku anak-anak, remaja atau orang dewasa, baik orang dekat maupun tidak dikenal. Strategi yang mereÂka gunakan seperti membanÂgun kedekatan, membujuk, dan mengancam,†tegasnya. (kozer)