“Saya bersama para Wakil Ketua DPRD memunculkan nota kesepaka­tan pada 30 September 2014 lalu dengan menganggarkan kajian Rp 200 juta untuk Muria. Saya belum mengetahui saat itu pengadaan lahan Warung Jambu,” aku Untung di hada­pan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung, Rabu (10/8/2016) lalu.

Untung melanjutkan, ada rapat paripurna yang disampaikan Wakil Walikota tentang pengadaan Jambu Dua. Saat itu, Walikota Bogor sedang di tanah suci anggaranpun di usul­kan. Anggaran untuk pembebasan lahan Jambu Dua dimunculkan kem­bali Rp 55 miliar pada tanggal 9, 10 dan 11 Oktober 2014 dalam rapat di­nas dengan Tim Anggaran dan Pem­bangunan Daerah (TAPD).

“Sekretaris Daerah Ade Sarip Hidayat yang merupakan ketua Tim TAPD yang memunculkan angka itu, lalu dibahas oleh DPRD. Kemudian tanggal 10 dibuat notulen rapat isin­ya dari Rp 55 miliar, tanggal 11 Okto­ber muncul angka Rp 25 miliar. Lalu pada 14 Oktober 2014 dimunculkan Rp 17,5 miliar atas dasar kesepakatan bersama TAPD dengan Badan Ang­garan (Banggar) dan untuk evaluasi dibahasa dengan hasil yang sama,” terangnya.

Untung lanjut menjelaskan, ke­mudian ada dana dari evaluasi gu­bernur yang muncul pada tanggal 3 November dan 5 November 2014 dibahas bersama dengan Walikota Bogor, Bima Arya. Dikatakan dalam rapat, pembebasan lahan Jambu Dua sebesar Rp 17,5 miliar.

“Perda dan perwali saya tidak tahu, pas ramai demo anggaran yang saya ketahui Rp 17,5 miliar dan ternyata yang muncul di Perda Rp 43,1 miliar. Teguh Ketua Komisi B yang mengetahui adanya pengadaan lahan Jambu Dua itu, sementara Ke­pala Koprasi UMKM tidak mengeta­hui mungkin,” tuturnya.

BACA JUGA :  Pria di Denpasar Bunuh Teman Kencan, Diduga Kesal Ditagih Uang Tambahan

Lebih dalam Untung menjelaskan, kemudian ada rapat di Hotel Park Cawang selama 3 hari, pada tanggal 14 Oktober 2014 yakni fi­nalisasi dan 15 Oktober 2014 untuk diparipurnakan. Disitu, ada yang keberatan dengan nilai yang tinggi, alhasil alternatif adalah Rp 25 miliar. Semua anggaran itu muncul karena pada tanggal 17 Oktober 2014 harus dikirimkan evaluasi kepada Guber­nur Jawa Barat dan pada tanggal 5 November 2014 Sekda menyampai­kan ada Rp 35 miliar BBA dari Jawa Barat.

“Adanya itu jadi bahasan DPRD juga, dari pagi sampai sore. Tidak ada perincian uang dari provinsi Jawa Barat, yang membuat struktur adalah TAPD. Saya berpegang evalusi Gubernur dan Perpres,” tuturnya.

Sementara itu, terkait dengan persidangan permintaan keterangan saksi Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman dalam kesaksiannya men­gaku, sudah bertemu dengan Angka­hong sebanyak tiga kali.

“Pertama dengan pak Bima Arya (Walikota) dan Ade Sarip (Sekda). Ke­mudian bersama Yus Ruswandi (ang­gota DPRD) dan terakhir di ruang rapat walikota sekitar 26 Desember 2014 dihadiri beberapa pejabat lain­nya,” ungkap Usmar.

Usmar juga mengaku, saat Wa­likota pergi haji dan dirinya menjadi Plh, maka dirinya mengambil inisiatif untuk menyampaikan pesan pendek melalui Blackberry Massanger (BBM) kepada Walikota, Bima Arya karena dalam waktu dekat akan dilakukan penandatanganan nota kesepaha­man dengan DPRD, sehingga dirinya menanyakan kepada Walikota apak­ah lahan Angkahong ini akan dibahas.

BACA JUGA :  Parigi Moutong Diguncang Gempa M4,8, Terasa di Sausu hingga Poso

“Dan Walikota membalas BBM saya dengan isi pesan; gambaran­nya silahkan diajukan dan sampai­kan salam saya kepada teman-teman DPRD. Karena itu lah, saat sambutan di paripurna saya sampaikan ma­salah lahan Angkahong ini,” ujarnya.

Usmar juga menerangkan terkait dengan status tanah, Angkahong mengklaim bahwa itu semua miliknya dan memiliki bukti surat-suratnya.

Ketika Pengacara menanyakan tentang kondisi lahan saat ini, Usmar menjawab jika lahan tersebut be­lum bisa dipakai karena ada perma­salahan hukum ini. “Dan saya akui program penanganan PKL ini gagal karena adanya kasus hukum ini,” tu­kasnya.

Usmar juga menjelaskan, penga­juan uang sisa salur untuk apa saja, hal tersebut tidak diketahuinya. “Soal keharmonisan DPRD dan pem­kot saat ini yah berdinamika saja,” jawab Usmar.

Usmar pun menambahkan, per­temuan dengan Angkahong ditemani Yus Ruswandi hanya untuk bertanya saja soal keabsahan lahan, namun itu disampaikan hanya secara lisan saja tanpa melihat dokumen asli meski diakui pemilik jika dokumen itu ada. “Paling bertemunya hanya 5 sampai 10 menit saja disana,” pungkasnya.

Terkait dengan polemik Jambu Dua ini banyak hal yang menarik didalamnya. Apakah semua ini ma­suk kedalam unsur politik? Atau memang benar semuanya murni di­gunakan untuk kemaslahatan para PKL? Hanya putusan hakim yang akan menjawabnya.(*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================