Dilihat dari padatnya kegÂiatan akademik selama di sekoÂlah 6 jam ditambah dengan keÂgiatan lainnya,tugas-tugas yang harus dikerjakan di rumah, les, dll, FDS, dikhawatirkan akan membuat peserta didik tertekan dan jenuh secara fisik maupun psikologis. Berada di sekolah seharian walau mengerjakan tugas sambil menunggu diÂjemput orang tuanya, kiranya akan merasa nyaman kalau mengerjakan tugas di rumah. Kalau semua guru dan orang tua mampu bekerja sama dalam hal mengawasi perkembangan anak, hal-hal yang negaÂtif berupa kekerasan seksual, buliying, tawuran, dll kiranya dapat diatasi dengan cara sama-sama berkomunikasi dan berkoordinasi secara rutin juga diÂjadwalkan pertemuannya.
Seperti diketahui Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD), tepatnya Undang –UnÂdang nomor14/2005 tentang Guru dan Dosen . UU itu bahkan sudah diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) No.74Tahun 2008 tentang Guru yang ditanÂdatangani oleh Presiden RepubÂlik Indonesia per 1 Desember 2008. Pada pasal 35 14/2005 disebutkan bahwa beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaÂran, melaksanakan pembelajaÂran, menilaihasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserÂta didik,serta melaksanakan tugas tambahan. Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sekurang-kurangnya 24(dua puluh empat) jamtatap muka dan sebanyak-banyaknya 40(empa puluh)jam tatap muka dalam satu minggu tersebut merupakan bagian jam kerja sebagai pegawai yang seÂcara keseluruhan paling sedikit 37,5(tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam satu minggu.
Perlu kiranya dikritisi oleh semua pihak untuk menyikapÂinya menanggapi gagasan FDS tersebut karena akan mengarah pada pengubahan UUGD Yang membutuhkan proses politik dan biaya mahal seperti yang diungkapkan oleh MUHAMÂMAD LATIEF jurnalis KOMPAS. Sebenarnya gagasan FDS meÂmang sangat baik,terutama membuat peserta didik akan lebih terkontrol.Namun, model semacam ini kiranya belum bisa dilaksanakan,di sekolah negÂeri yang kenyataannya masih menampung peserta didik di seluruh Indonesia dibandingÂkan kehadiran sekolah swata. Selain itu, beliau mempertanÂyakan tentang bagaimana denÂgan fasilitas untuk menanggung para peserta didik seharian penuh,mulai alat bantu belajar dan mengajar sampai urusan makannya.
Semua butuh aturan, butuh payung hukum sebagai konÂsekuensi menerapkan perubaÂhan dari yang sudah ada menjadi kebijakan baru.Walaupun gagaÂsan itu tak sepenuhnya kurang tepat, tak ada salahnya apabila gagasan itu terlebih dahulu ditata dan diukur.Apalagi di era MenÂteri Pendidikan dan Kebudayaan M.NUH ,kebijakan penambahan jam belajar 4-6 jam per minggu sesuai amanat Kurikulum 2013 membawa wacana baru saat itu tentang pelaksanaan FDS .Saat itu jelas –jelas bahwa pelaksaÂnaan program ini belum bisa diterapkan di sekolah negeri karena jam belajar pendidikan dasar di Indonesia masih kurang dan tertinggal jauh dengan negaÂra-negara lain. Sebagai gambaran dikutip dari sejumlah sumber, inilah negara yang memberlakuÂkan jam belajar panjang:
- Singapura
Tidak jauh dari Indonesia, di Singapura peserta didik tingkat SD mulai bersekolah pada pukul 07.30 -13 00.Sedangkan untuk tingkat SMP dan SMA 07.30- 16.00. Kalau ada kegiatan ekstrÂakurikuler mereka pulang pukul 18.00.Negara ini terbilang komÂpetitif untuk sistem pendidikan warganya. Dari hasil tes literasi membaca dan dan matematika yang diberikan pada peserta didik yang berusia 15 tahun, Singapura menduduki rangking pertama di dunia,mengalahkan negara-negara maju lainnya. Prestasi ini diikuti Hong Kong dan Korea Selatan.
2.Korea Selatan,SD dari pukul 08.30-13.00.SMP 08.00- 16.30.SMA 08.00-21.00.
3.China, umumnya sekolah dimulai pukul 07.30-17.00,bahÂkan ada yang sampai puÂkul22.00.
Saatnya mempertimbangÂkan wacana tersebut agar maÂsyarakat Indonesia tidak resah dan gelisah.Alangkah baik bila dikaji ulang. (*)