Akom – sapaan Ade – menÂgatakan Arcandra seharusnya diberdayakan oleh pemerÂintah, sehingga ilmu yang dimilikinya dapat bermanÂfaat bagi bangsa. Ia meminta berbagai pihak tidak perlu meragukan nasionalisme Arcandra meski memiÂliki paspor Amerika. “Saya yakin nasiÂonalismenya tiÂdak berkurang,†ujarnya.
Bila maÂsih ada pihak yang meraÂgukan nasiÂonalisme ArÂcandra, Akom menyarankan Arcandra untuk membuat suatu pernyataan kesÂetiaannya. “Minta komitmen untuk bangsa ini,†ucapnya.
Menurut Akom, pemerÂintah harus belajar dari pengalaman ditutupnya PT Dirgantara Indonesia. Akibat penutupan itu, banyak WNI yang cerdas dan memiliki keahlian dipakai oleh negara lain sebagai tenaga ahli.
Senin 15 Agustus 2016 lalu, Arcandra diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral karena diketahui ia memiliki dua kewarganegaÂraan. Presiden mencopotnya hanya berselang sekitar 20 hari dari pelantikannya pada 27 Juli 2016 lalu.
Beberapa hari pasca penÂcopotannya, kini muncul waÂcana Arcandra akan dijadikan kembali menteri ESDM bila masalah dwi kewarganegaraÂannya usai. Menurut Akom, hal tersebut menjadi hak dari presiden. “Itu prerogatif presÂiden, diangkat atau tidak buÂkan masalah kita,†ucapnya.
Namun Guru Besar Hukum Internasional Universitas InÂdonesia, Hikmahanto Juwana meminta pemerintah dan ArÂcandra perlu kembali memÂpertimbangkan masak-masak keputusannya untuk kembali diangkat menjadi Menteri ESDM. “Pemerintah harus mengukur dari aspek politisÂnya,†ujarnya.
Hikmahanto menjelasÂkan, ada tiga hal yang bisa menjadi pertimbangan. PerÂtama, pengangkatan kembali Arcandra nantinya bisa saja menggerogoti kepercayaan publikterhadap legitimasi pemerintah. Kedua, isu ini bisa menjadi pintu masuk bagi sejumlah politisi untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi. Pasalnya, pemerÂintah dianggap melakukan segala daya upaya agar ArÂcandra tetap menjadi menÂteri ESDM. Ketiga, keinginan pemerintah untuk fokus bekerja akan terganggu kareÂna isu Arcandra tidak kunÂjung padam.
Sementara itu, dalam hal ini, Arcandra bisa menjadi koÂrban. “Bukannya tidak mungÂkin masalah penggunaan paspor Indonesia ketika dia telah menjadi warga AS diperÂmasalahkan secara pidana. Ini mengingat dalam UU KeÂwarganegaraan terdapat keÂtentuan pidana,†ujarnya lagi. (Abdul Kadir Basalamah)