Untung Kurniadi
(Ketua Umum DPN Gema Kosgoro)Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 menyebutkan dalam ayat (1) bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Lalu ayat (2) disebutkan Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sedangkan dalam ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selanjutnya dalam ayat (4) bahwa Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga ke-seimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dan dalam ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang
Lalu apakah kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia yang dibuat pertama kali tahun 1967 dan berlaku hingga 30 tahun lalu kembali diperpanjang pada tahun 1991 dan berlaku 30 tahun hingga tahun 2021 bertentangan dengan konstitusi?
Gerakan Mahasiswa Kosgoro berpendapat kontrak karya PT Freeport merupakan perjanjian yang bukan saja bertentangan dengan UUD 1945 namun juga bertentangan dengan Pancasila. Karena merupakan perjanjian kontraktual yang tunduk pada hukum keperdataan, maka asas pacta sunt servanda yang berakibat pada sanctity of contract menjadi pertimbangan bahwa keberlakuan kontrak karya harus dihormati sampai dengan jangka waktu berakhirnya kontrak.
Pemerintah dapat saja melakukan upaya paksa dengan meminta kontrak karya langsung disesuaikan dengan UUD 1945 dan UU Minerba, namun sikap tersebut akan berdampak negatif karena rentan digugat ke arbitrase internasional.
Untuk itu, upaya yang dapat dilakukan ialah melalui renegosiasi kontrak agar tiap-tiap pasal dalam kontrak karya sudah sesuai dengan prinsip keadilan sosial, prinsip kekayaan alam dikuasai negara, dan prinsip sebesar-besar kemakmuran rakyat. Terdapat instrumen hukum internasional yang dapat dijadikan pegangan, antara lain UPICCs dan resolusi Majelis Umum 1803 (XVII), 14 Desember 1962.
Namun kontrak karya bukankah kitab suci yang tidak dapat diubah atau bahkan dibatalkan. Pembatalan kontrak karya sangat dimungkin oleh hukum internasional. Pemerintah Indonesia berhak menggugat kontrak karya PT Freeport Indonesia ke arbitrase internasional untuk dibatalkan. Alasannya? Bukankah saat kontrak itu dibuat, pemerintahan orde baru sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Terlebih kontrak tersebut melanggar konstitusi. Namun tentunya hal itu harus dibuktikan di pengadilan.
Semestinya ketidakberesan kontrak karya yang sangat merugikan rakyat Indonesia tersebut diproses sejak pemerintahan reformasi oleh aparat penegak hukum dan dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi. Dengan bermodalkan putusan pengadilan yang menyatakan kontrak tersebut merupakan tindak pidana korupsi tentunya Pemerintahan Indonesia sudah menang satu langkah.
Argumentasi Pemerintah Indonesia yang mengutak-atik kontrak karya berlandaskan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara jo Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara patut diapresiasi. Meskipun perundang-undangan dimaksud tidak dapat berlaku surut dan membatalkan kontrak karya yang diberlakukan sejak 1991. Hanya saja utak-atik itu tercium bau tidak sedap akibat tindakan segelintir oknum penguasa pemburu rente yang sempat menghebohkan jagat politik Indonesia setahun silam.
Apabila Pemerintahan Indonesia berkomitmen tidak akan memperpanjang kontrak karya, maka mengapa Pemerintahan masa bakti 2014-2019 tidak menunggu saja kontrak karya tersebut berakhir pada tahun 2021 yang tinggal tersisa 4 tahun? Yang selanjutnya dapat langsung dikuasai negara tanpa perlu membeli divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia yang harganya lebih mahal dari saham Freeport-Mcmoran Incrop.