“Kami ingin memotret dari data statistik ekonomi 2016, bisnis logistik mencapai Rp 2.100 triliun lebih per tahun. Kita harus melakukan pengambilan barang, memproses, sampai mendelivery ke tempat tujuan, dan juga dituntut kecepatan. Celakanya kita masih kesulitan kendaraan udara,” ujar dia.

Setiap harinya, menurut Budi, sebanyak 1.900 ton barang di bandara, semua diangkut bersamaan pesawat penumpang. “Barang-barang kiriman Asperindo terpaksa harus diturunkan, jika penumpang penuh. Ini yang terkadang menjadi penyebab keterlambatan pengiriman. Asperindo harus pandai mengelola barang agar on time,” tuturnya.

Kendala kedua adalah secara regulasi, Asperindo terbentur dengan biaya retribusi, jika menembus daerah di luar Jakarta. Asperindo mengharapkan agar ke depannya, pengiriman barang lintas wilayah sudah tidak lagi dikenakan biaya retribusi. Karena Asperindo kini menjadi sabuk pengaman nasional.

“Kita punya semangat, tidak ada satupun daerah Indonesia yang tidak bisa ditembus. Di pelosok pun, kami akan buka agen juga. Ini juga sebagai langkah agar bisa memotret wilayah-wilayah kita di Indonesia. Juga memotret ekonomi-ekonomi daerah. Asperindo tetap berusaha menggalang kekuatan untuk bisa berikan layanan prima,” papar Budi.(Yuska Apitya)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================