CIBINONG TODAY – Sepertinya, visi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tertuang dalam RPJMD 2013-2018 tersebut, dinilai masih kurang jelas parameter capaian dan penilaiannya.

Hal tersebut menjadi simpulan kegiatan diskusi dengan tema ‘Kabupaten Bogor Termaju, Antara Fakta dan Cita-Cita’ yang digelar Komisi I DPRD Kabupaten Bogor bersama Kelompok Wartawan DPRD Kabupaten Bogor, di Loby Utama Gedung DPRD Kabupaten Bogor, Rabu (26/9/2018).

“Ada hal substansial yang tidak ada dalam konstruksi dan desain visi tersebut. Karena kita tidak pernah mengukur diri, kita ini darimana, berangkatnya darimana. Kalau siswa ujian yang nilai guru, bukan siswanya sendiri,” ujar pengamat Kebijakan Publik, Yusfitriadi.

Menurut Yus ada capaian pemerintahan sebagai ukuran, yaitu capaian kuantitatif yakni berupa angka-angka. Yus menyoal, karena angka-angka statistik yang diklaim oleh Pemda, seringkali bertentangan dengan kondisi rill di lapangan. “Termasuk data dari BPS (Badan Pusat Statisik),” katanya.

BACA JUGA :  Kader Terbaik Gerindra Kota Bogor Ini Diusung Maju Pilwalkot 2024

Adapun data kualitatif adalah tingkat kepuasan masyarakat terhadap hasil dari program yang dijalankan oleh pemerintah. Menurut Yus, data kualitatif juga susah untuk dijadikan ukuran.

“Seperti fatamorgana. Terlihat tapi tidak bisa disentuh. Kalau pemerintah diukur pemerintah, hampir pasti hasilnya baik. Ini tidak akan fair karena tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja dan pelayanan serta capaian kinerja pemkab dengan alat ukur dari masyarakat, tidak dilakukan. Jadi ini sangat subjektif,” kata Yus.

Merespon pernyataan Yus, Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kabupaten Bogor Ujang Jaelani. Menurut Ujang, BPS merupakan lembaga dengan garis vertical dan tidak dipengaruhi oleh Pemda. “Kami juga punya metodologi ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

BACA JUGA :  Jadwal Pertandingan Lengkap Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024

Ia mengungkapkan, Pemkab Bogor memiliki perhitungan sendiri dalam progres capaian penciri yang dimiliki. Seharusnya, pemkab mengkomparasi data yang dimiliki dengan data BPS untuk perbandingan.

“Kami punya data makro untuk setiap komponen. Terutama dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan setiap tahun, dalam lima tahun terakhir program IPM rata-rata 0,19 persen. Jika dibanding dengan sesama kabupaten, Bogor tertinggi. Tapi, jika dengan kota masih jauh,” kata dia.

============================================================
============================================================
============================================================