Pemkab Bogor, kata dia, baru menggunakan data BPS mulai tahun 2016. Sementara sebelum itu, pemkab hanya menggunakan perhitungan sendiri, terutama saat ada revisi perhitungan garis kemiskinan dan RLS pada 2016 itu.

Dalam acara yang sama, Kepala Bidang Perencanaan Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah Bappedalitbang Dadang Iskandar menegaskan, visi menjadi Kabupaten Bogor Termaju di Indonesia digagas oleh Bupati dan Wakil Bupati Periode 2013-2018.

Saat ini, kondisi dari 25 indikator untuk mencapai visi itu hanya dua poin yang belum tercapai. Yakni Angka Harapan Hidup (AHH) yang baru tercapai 70,70 tahun pada 2017 lalu, sementara target di akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018 adalah 71,20 tahun.

BACA JUGA :  Rekonsiliasi Tokoh Politik Bumi Tegar Beriman, Jelang Pilkada 2024 Pajeleran dan Bilabong Kian Harmonis

“Itu masih berusaha kami kejar sampai akhir tahun ini. Perlu koordinasi lintas sektoral untuk mencapainya, seperti kesehatan masyarakat dan sanitasi lingkungan. Faktor penentunya banyak,” ujar Dadang.

Kemudian yang tidak bisa terealisasi yakni pembangunan Jalan Poros Tengah-Timur (Puncak II) dan Jalan Bojonggede-Kemang (Poros Barat-Utara). “Itu karena ada perubahan kebijakan di tengah jalan. Tapi, ini sudah masuk untuk dilanjutkan nanti di Bupati berikutnya. Karena kalau menggunakan APBD kita tidak akan kuat,” katanya.

Meski begitu, Dadang mengatakan, hasil diskusi ini menjadi masukan yang sangat baik bagi Bappedalitbang untuk menyusun RPJMD Pemerintahan 2018-2023 yang akan menggantikan pemerintahan sekarang.

Sementara, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, Kukuh Sri Widodo menegaskan, visi menjadi kabupaten termaju terlalu tinggi. Pemkab Bogor dianggap terlalu memaksakan mengejar predikat internal ketimbang memaksimalkan pelayanan dasar bagi masyarakat.

BACA JUGA :  Nobar Timnas Indonesia, Dirut Tirta Pakuan: Dukung Perjuangan Anak Bangsa

“Misalnya pelayanan di RSUD. Okelah kalau empat RSUD kita sudah terakreditasi, tapi pelayanannya bagaimana? Apa ada daerah lain yang bisa menjadi komparasi. Ini kan semua penilaian sendiri dari pemkab tidak ada pembandingnya,” tegas Kukuh.

Kukuh pun mengakui masih sering mendapatkan keluhan dari masyarakat soal pelayanan kesehatan yang dipersulit RSUD, terutama pasien BPJS Kesehatan. “Apa orang miskin tidak boleh sakit? Pelayanan yang bagus itu mengedepankan kesembuhan pasien. Bukan punya uang atau tidak,” katanya. (Iman R Hakim)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================