CIBINONG TODAY – Rencana eksekusi PT Sari Rasa oleh Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Cibinong menimbulkan gejolak di kalangan pekerja. Siang tadi, puluhan buruh melakukan aksi protes di depan Kantor PN bersama dengan Gerakan Masyarakat Peduli Bogor (GMPB).

Kordinator aksi, Riyad Fahmi mengatakan, perusahaan tersebut merupakan  ladang pekerjaan para buruh. Sehingga mereka tetap bersikeras untuk mencoba menahan rencana eksekusi tersebut.

“Kami menolak eksekusi pengambil alihan PT Sari Rasa Citeureup yang akan dilakukan PN Cibinong atas dasar pelimpahan putusan kasasi di MA,” tegas Riyad.

Tak hanya itu, menurutnya, penolakan eksekusi yang dilakukan pihaknya lantaran Yansen Eka Wijaya selaku pengelola pabrik tidak benar dalam memberikan upah kepada pegawai.

“Bahkan, gaji yang diberikan rendah hingga ada pula yang belum dibayar,” ungkapnya.

Ia juga meminta, ada transparansi dari PN Cibinong Kelas IA terkait persoalan tersebut. Riyad mengatakan ada kejanggalan dalam putusan itu. Apalagi, dua perkara persidangan yang telah disidangkan oleh MA RI untuk pertama kasus hanya selesai dalam kurun waktu dua pekan. sedangkan satunya lagi sudah hampir dua tahun sampai saat ini belum putus, padahal materinya hampir sama persis.

BACA JUGA :  Asa Timnas Indonesia Melaju ke Olimpiade Paris 2024

“Kemudian perkara kami ada dua berkas yang dihilangkan oleh oknum staf PN Cibinong, pertama berkas pidana, kedua softcopy. Dimana keduanya hilang. Hal ini kami nenduga untuk menjegal supaya pihak pengelola PT Sari Rasa Citeureup saat ini supaya kalah, artinya keberpihakan yang kami rasakan,” jelasnya.

Wakil Kepala PN Cibinong, Darius Naftali menjelaskan, putusan eksekusi terjadi karena diawali dengan gugatan pria bernama Yansen Eka Wijaya. Yansen yang merupakan ayah kandung dari Sony Eka Wijaya menggugat anaknya, dan ingin membongkar PT Sari Rasa yang dipertahankan sang anak.

Sementara, Sony diketahui ingin mempertahankan aset tersebut dengan menggugat kembalu sanga ayah dengan menukarbalikkan kepemilikan perusahaan.

“Proses pengadilannya cukup panjang. Namun pada akhirnya Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengeksekusi pabrik tersebut,” jelas Darius kepada wartawan, di kantornya, Rabu (24/7/2019).

Rencana eksekusi perusahaan tersebut tertuang dalan  putusan kasasi MA RI di Jakarta dengan nomor 183 perdata gugatan 2016 PN Cibinong. Kemudian putusan banding nomor 205 perdata 2017 Pengadilan Negeri Tinggi Bandung dan putusan Kasasi atau dari MA nomor 95 Kasus Perdata tahun 2018.

BACA JUGA :  Mengaku Kerasukan, Ibu Kandung di Kupang NTT Potong Tangan Balita 3 Tahun

Menurut Darius, dalam tahapan proses sidang, beberapa kali saran diberikan kepada bapak dan anak tersebut untuk menempuh jalur damai dan kekeluargaan. Namun akibat saling keras kepalanya, akhirnya putusan MA menjatuhkan untuk eksekusi pabrik.

“Ini kan sengketa kepemilikan antara bapak dan anak, mereka merasa sama-sama sebagai pemilik dari perusahaan tersebut. Namun perkara ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, akhirnya bapaknya menggugat ke pengadilan,” ungkapnya.

Meski begitu, PN Cibinong belum tahu kapan akan melakukan eksekusi dengan membongkar pabrik tersebut.

“Jadi, bapaknya menggugat ke pengadilan untuk melakukan eksekusi. Kalau sudah menggugat kan berarti kita tidak melihat lagi ini bapak atau anak. Sengketanya penguasaan terhadap pabrik beserta dengan mobil, perlengkapan, dan lainnya. Penguasanya siapa yang harus menguasai dan menjalankan,” kata Darius. (Firdaus)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================