Perpustakaan di Denmark Ini Pinjamkan Manusia untuk Para Pembacanya
Perpustakaan di Denmark Ini Pinjamkan Manusia untuk Para Pembacanya

BOGOR-TODAY.COM, DENMARK – Lazimnya perpustakaan berisikan koleksi buku-buku, namun di Denmark terdapat perpusatakaan manusia. Di mana pengunjung dapat meminjam seseorang untuk mendengar keluh kesah hidup pembacanya.

Konsep perpustakaan yang unik ini dibuat dengan tujuan agar sesama manusia tidak memiliki prasangka buruk, berdasarkan warna kulit, jenis profesi, sampai trauma yang dialaminya.

Melansir AFP, Sabtu (25/9/2021) salah satu pria korban pelecehan seksual berusia 46 tahun yang enggan disebutkan namanya adalah salah satu dari delapan “buku” yang dapat dipinjam di perpustakaan yang berlokasi di Copenhagen ini. Selama 30 menit, pengunjung dapat menanyakan apa pun, baik dalam diskusi empat mata atau dalam kelompok kecil.

“Perpustakaan Manusia adalah ruang yang aman di mana kita dapat menjelajahi keragaman, belajar tentang perbedaan satu sama lain, dan terlibat dengan orang-orang yang biasanya tidak akan pernah kita temui dan menantang bias bawah sadar Anda,” jelas Ronni Abergel, seperti yang dikutip AFP.

Dia menciptakan “perpustakaan hidup” ini pada tahun 2000 saat festival musik Roskilde, dan kemudian membangun

Konsep ini telah hadir di lebih dari 70 negara. “Membaca di sini berarti memulai percakapan,” kata Abergel.

“Saya akan meluangkan beberapa menit untuk menjelaskan latar belakang saya, dan untuk memastikan bahwa Anda dapat bertanya kepada saya apa pun tentang isu HIV, difabel, transgender, pengungsi, Yahudi, Muslim, atau topik apapun.”

BACA JUGA :  Mengaku Kerasukan, Ibu Kandung di Kupang NTT Potong Tangan Balita 3 Tahun

Halaman kosong
Percakapan biasanya mengalir dengan bebas di lingkungan yang tenang, seperti perpustakaan, ruang pertemuan, atau seperti hari ini, di taman lokasi Perpustakaan Manusia.
“Terkadang orang banyak bertanya dan percakapan mengalir. Tapi terkadang saya perlu membuka pembicaraan, mengajukan pertanyaan kepada mereka, agar mereka mau bertanya,” kata Anders Fransen (36), seorang “buku” tunanetra dan tunarungu.

Pengunjung didorong “untuk mengajukan pertanyaan yang sangat sulit”, kata Abergel, menekankan bahwa tidak ada topik yang terlarang, tidak peduli seberapa sensitif subjeknya.

Orang yang meminjam Iben dapat memilih di antara tiga buku lisannya: korban pelecehan seksual, hidup dengan gangguan kepribadian ambang, atau gangguan stres pascatrauma yang parah.

Tapi dia bisa saja menolak untuk menjawab pertanyaan.

“Saya akan berkata bahwa halaman itu belum ditulis. Jadi mereka hanya tersenyum dan berkata “oke”,” kenangnya.

Tapi dia tidak pernah memiliki pengalaman buruk selama empat tahun menjadi “buku” di Perpustakaan Manusia.

“Semua bacaan saya berbeda,” dan mereka telah berevolusi selama bertahun-tahun, katanya.

“Ketika saya mulai, saya berada di tempat yang sama sekali berbeda … Saya telah berusaha mengembangkan diri saya selama bertahun-tahun.”

“Menjadi sebuah buku adalah anugerah, Anda bisa merefleksikan diri.”

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Hadiri Musrenbangnas Tahun 2024 untuk Dukung dan Sukseskan Program Nasional

Fransen mengatakan, dia bangga telah membantu orang mengembangkan cara mereka berpikir tentang seorang difabel.

Setelah “membaca” baru-baru ini dengan beberapa siswa kelas delapan, dia mendengar mereka berbicara dengan teman-teman mereka.

“Mereka bilang ‘hei, orang ini keren, dia punya cerita keren untuk diceritakan.’ Jadi saya memberi kesan yang baik kepada mereka,” dia tersenyum.

Ruang belajar netral
“Semua tanggapan pengunjung yang kami dapatkan menunjukkan bahwa ini adalah pengalaman yang memiliki dampak besar,” kata Abergel.

Dia baru-baru ini dihubungi oleh seorang pengunjung yang meminjam “buku manusia” pada tahun 2004. “Dia memberi tahu kami tentang dampak (buku itu) pada pandangannya tentang Muslim. Dan dia telah mempelajari informasi yang didapatkannya selama bertahun-tahun. Jadi itu bermanfaat bagi komunitas, dia dan orang lain yang berlatar belakang Islam.”

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, Abergel ingin inisiatifnya membantu orang menjadi “mengurangi persepsi, lebih terbuka, lebih memahami dan menerima hak seseorang untuk berbeda.”

Salah satu yang meminjam buku adalah Karem (41 tahun). “Sangat menyentuh ketika kita mendengarkan kisah hidup seseorang sekaligus persepektifnya tentang dunia,” katanya.

“Perpustakaan Manusia membuat orang sadar, bahwa pada akhirnya kita memiliki banyak label namun daging, darah, dan tulang kita sama.” (net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================