umrah di masa pandemi
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka saat menghadiri rapat kerja bersama Kemenag RI, Selasa (20/11/2021). Foto : Istimewa.

BOGOR-TODAY.COM, JAKARTAKementerian Agama telah menetapkan skenario penyelenggaraan umrah di masa pandemi melalui kebijakan satu pintu atau One Gate Policy (OGP). Skema OGP dimaksudkan untuk mengendalikan pemberangkatan jemaah Umrah secara terpusat, mulai dari proses pemeriksaan kesehatan, pengecekan vaksinasi, keimigrasian, pengurusan dokumen perjalanan, dan skema pemberangkatan lainnya dilakukan satu pintu, yakni untuk pemberangkatan jemaah umrah melalui Bandara Soekarno-Hatta sedangkan proses screening kesehatan dilaksanakan di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.

Untuk diketahui, Pemerintah Arab Saudi mencabut status penangguhan Indonesia untuk melakukan penerbangan langsung ke Arab Saudi terhitung mulai tanggal 1 Desember 2021.

Dengan begitu, secara otomatis penyelenggaraan ibadah Umrah bagi jemaah Indonesia bisa kembali dibuka. Sehingga, masyarakat Indonesia bisa segera memperoleh kepastian soal penyelenggaraan haji tahun 1443 H/2022, utamanya terkait besaran kuota haji.

Mengutip channel YouTbe DPR RI, Rabu (1/12/2021) Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka mengungkapkan beberapa hal. Pertama ia meminta secara garis besar kebijakan OGP, yang menurutnya kebijakan itu membuat dirinya kaget karena OGP dapat diartikan fisik. Dengan demikian ia mempertanyakan apakah dengan kebijkan itu semua harus melalui portal asrama haji atau  memang semua harus di bawah koordinasi kementerian agama.

“Karena umrah selama ini kan beda haji, artinya pintu masuknya semua melalui ranah manajemen di kemenag jadi tidak harus semua jamaah umrah kita menginap di pondok gede,” ungkap Diah, saat rapat kerja dengan Kemenag RI, Selasa (30/11/2021) kemarin.

Secara fisik, sambung Diah para jemaah umrah memang harus menginap di pondok gede dan itu memang perlu dijelaskan apakah bisa di hotel tetapi tetap di bawah koordinasi Kemeng. Misalnya seperti daya tampung Pondok Gede dapat dikalkulasi berapa kuota yang dapat tertampung, lalu juga jika Covid masih berjalan apa masih digunakan untuk pasien Covid. Itu  butuh kejelasan.

BACA JUGA :  Ketua DPRD Kota Bogor Ucapkan Terimakasih Kepada Bima dan Dedie di Acara Pisah Sambut

Lalu bagaimana OGP itu, seperti mulai dari pemberangkatan dari daerah, koordinasi antara travel umroh dengan tim kementerian agama yang mengatur kebijakan itu unutk dapat mengelurkan jemaah umroh mulai memberangkatkan hingga sampai ditujuan (Arab Saudi).

“Yang kedua ingin tahu juga hasil pengawasan dari travel umroh karena banyak keluhan sebagai sebuah entitas badan usaha banyak beberapa travel mulai mengalami persoalan finansial. Misalnya, maskapai yang beberapa waktu lalu, banyak juga travel yang sudah membeli tiket, apakah tiketnya bisa diganti atau tidak, ini ingin tahu juga bagaimana kebijakan itu,” tegas Diah.

umrah di masa pandemi

Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan hasil dari pengawasan. Kata Diah tentu masyarakat juga ingin tahu kondisi terakhir dari travel umroh yang secara finansial masih cukup mampu atau sudah agak jatih atau kolaps. Karena jangan sampai nanti masyarakat tidak ada mitigasi dalam memilih travel dan membeli tiket ke travel yang performanya sudah tidak baik sehinga tidak bisa berangkat lagi,” ucapnya.

Lalu, jika kebijakan itu berlaku mulai 1 Desember apakah telah diperhitungkan kapasitas jemaah umroh yang diperkirakan sekian puluh ribu atau ada batasan-batasan berapa sebetulnya jemaah umrah Indoensia yang diterima visanya oleh Saudi.

“Misalnya dalam kita memilih hari ini akomidasi di Saudi karena kita ingin tahu juga situasi akomodasi di sana apakah tetap seperti sebelum pandemi ataukah ada perubahan-perubahan juga kebijkannya dalam memilih akomodasi di Ssaudi,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto meminta Kementerian Agama (Kemenag) mengkaji kembali referensi biaya umrah . Permintaan ini dilayangkan menyusul adanya keputusan dari Kerajaan Arab Saudi yang membuka kembali pelaksanaan ibadah umrah bagi jamaah asal Indonesia.

BACA JUGA :  Pemuda di Bogor Nekat Lawan 3 Perampok Usai Mobilnya Dicuri

Yandri menyinggung keputusan kerajaan Arab Saudi tersebut. Sebagai tindak lanjut atas kabar gembira ini, dia meminta berbagai kebijakan mengenai penyelenggaraan umrah tersebut perlu segera dituangkan dalam bentuk revisi PMA Nomor 719 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah umrah pada masa pandemi Covid-19.

Dengan adanya revisi ini, kata dia, diharapkan bisa menjadi pedoman terhadap seluruh kebijakan penyelenggaraan umrah yang akan datang.

Selain itu, penetapan biaya referensi biaya umrah di masa pandemi juga merupakan hal yang urgen untuk segera direvisi menyesuaikan dengan berbagai kebijakan yang akan diambil,” kata Yandri dalam Raker di Komisi VIII DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/11/2021).

Dalam kaitan ini, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu pun meminta Kemenag mengkaji kembali Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 77 Tahun 2020 yang mengatur biaya umrah pada masa pandemi. Dalam aturan tersebut, referensi biaya umrah yang telah dicantumkan sebesar Rp26 juta.

“Perlu segera dikaji ulang apakah akan tetap sama atau kah akan terjadi perubahan biaya. Satu hal yang perlu menjadi catatan Komisi VIII DPR RI adalah agar penetapan biaya referensi penyelenggaraan ibadah umrah tidak terlalu memberatkan calon jemaah,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan proses bridging antara aplikasi PeduliLindungi dengan aplikasi Tawakkalna tidak lama lagi akan selesai. Sebab, tim teknis PeduliLindungi dan Tawakkalna sudah melakukan finalisasi integrasi kedua aplikasi tersebut.”Dan mudah-mudahan kalau itu (aplikasi PeduliLindungi dan aplikasi Tawakkalna) bisa benar-benar terintegrasi, maka akan semakin mempermudah jemaah kita untuk bisa berangkat umrah,” paparnya. (net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================