Oleh : Rifa Radela Rusdi

Mahasiswi Telkom University Semester 6

Kota Bogor sudah berdiri selama 537 tahun, status sebagai kota penyangga Ibu Kota secara tidak langsung menjadikannya pusat keramaian alternatif bagi kaum urban ibu kota. Hal tersebut diperkuat dari data Badan Pusat Statistik ( BPS ) bahwa setidaknya ada 320 juta penumpang KRL Commuter Line Jabodetabek sejak 2006 – 2018. Pertambahan hampir 200 juta orang pengguna yang juga melintasi Kota Bogor, menunjukkan betapa pesatnya arus perubahan yang juga berpotensi pada arus pergerakan ekonomi.

BACA JUGA :  Jadwal dan Lokasi SIM Keliling di Kota Bogor, Sabtu 23 Maret 2024

Kota Bogor sendiri masih terjaga dari gempuran komersialisasi dan investaso berbagai sektor industri, hal tersebut dipandang menjadi salah satu penyebab lambannya pertumbuhan ekonomi Kota Bogor. Karena sector insutri utama yang menjadi porsi terbesar Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) sejak 2016 adalah kepariwisataan dan jasa.

Banyak sektor seperti informatika, keuangan dan asuransi, dan jasa perusahaan yang masih belum termaksimalkan. Padahal ketiga sektor tersebut merupakan sektor penyumbang pasokan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Hal tersebut memunculkan pertanyaan apakah Kota Bogor harus berganti identitas menuju kota metropolitan? Apakah siap ‘diserbu’ arus investasi dari luar untuk lebih memajukan perekonomian?

BACA JUGA :  Kasus DBD Melonjak, Kota Bogor Siap Lakukan Gerakan Jumantik Lebih Masif

Potensi terbesar setiap daerah termasuk Kota Bogor ialah sumber daya manusia, oleh karenanya optimalisasi potensi sumber daya manusia harus diberikan perhatian serius. Dalam rangka meningkatkan daya saing penduduk Kota Bogor dalam menghadapi persaingan di tengah gencarnya ekspansi industri dan korporasi besar.

============================================================
============================================================
============================================================