JAKARTA, TODAY — PT Aneka Tambang Tbk (Antam) berencana membeli 10,64% saham PT Freeport Indonesia yang ditawarkan ke pemerintah Indonesia sebagai kewajiban diÂvestasi saham.
Menurut Dirut Antam Teddy Badrujaman, emiten berkode ANTM itu siap mengeksekusi pembelian saham Freeport jika ditunjuk oleh pemerintah. “Artinya Antam siap bila ditunjuk dalam pengambilan saham tesebut. Nah uang dari mana? Ya kerjasama dengan yang lain,†kata Teddy ditemui di kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (15/10/2015). Teddy menjelaskan, jenis usaha AnÂtam dan Freeport mirip. Sehingga, penÂgambilan saham akan sejalan dengan prospek bisnis perusahaan. “Secara jenis usaha sudah mirip. Ada emas ada temÂbaga. Kadang ada bijih emas saja atau tembaga saja. Secara operasional juga mirip. Tambang dalam juga sama, hanya kalau Freeport lebih besar,†ujarnya.
Sampai saat ini, menurut Tedy, belum ada perintah dari Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham Antam. Freeport, juga punya opsi untuk melepas sahamnya lewat pasar modal melalui initial public offering (IPO).
“Itu kita tunggu. Ada berita juga dari Freeport ingin IPO. Artinya ini belum pasÂti. Namun kami siap bila kami ditunjuk untuk ambil saham,†ujar Tedy. “Ya kalau ada kesempatan mau saja. Artinya kalau kompetisi juga bisa. Dulu waktu NewÂmont kan kita juga kompetisi. Secara korÂporat ini menarik,†tambah Teddy.
Seperti diketahui, saat ini saham Freeport sebanyak 9,36% sudah dikuaÂsai pemerintah pusat. Secara bertaÂhap hingga 2019 divestasi saham yang dilepas Freeport bisa mencapai 30%.
Tahun ini divestasi akan dilakukan terhadap 10,64% sahamnya saja pada 14 Oktober kemarin. Namun Freeport akan melepas sahamnya ini jika pemerintah sudah memastikan perpanjangan konÂtrak di Grasberg, Papua sudah jelas yakni hingga 2041, atau diperpanjang 20 taÂhun setelah kontrak berakhir pada 2021.
Bangun Pabrik Smelter
Pada proyek lain, PT Aneka TamÂbang dan PT Indonesia Asahan AluminÂium (Persero) atau Inalum, patungan bangun pabrik pengolahan (smelter) bijih bauksit menjadi alumina (Grade Alumina Refinery/SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) USD 1,7 milÂiar atau sekitar Rp 22,9 triliun dengan kurs Rp 13.500/USD.
Pabrik ini rencananya mulai dibanÂgun 2016 dan beroperasi di 2019. PemÂbangunan pabrik pengolahan alumina merupakan program hilirisasi tambang untuk mengurangi ketergantungan imÂpor alumina.
“Pembangunan smelter di MemÂpawah untuk dukung hilirisasi dan naiÂkkan nilai tambah bauksit,†kata Deputi BUMN Bidang Usaha Pertambangan, InÂdustri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno, usai Penandatanganan Nota Kesepahaman Antam dan Inalum, di KeÂmenterian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (15/10/2015).
Sementara itu, Direktur Utama InÂalum, Winardi Sunoto menjelaskan, pihaknya bersama Antam juga mengÂgandeng perusahaan dunia di sektor alumunium dari Tiongkok, Rusia, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menyerap produksi alumina.
Pabrik baru ini nantinya mampu menghasilkan 2 juta ton alumina. PemÂbangunan pabrik dibagi ke dalam tahap I dan tahap II. Setiap tahap mampu menghasilkan 1 juta ton alumina. Untuk memproduksi 2 juta ton alumina, kebuÂtuhan bauksit mencapai 6 juta ton.
“Sinergi dengan Antam meruÂpakan salah satu usaha pertumbuhan berkelanjutan korporasi untuk mereÂalisasikan industri hulu aluminium InÂdonesia, sehingga akan terintegrasi sampai dengan produk hilir aluminium untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing,†ujarnya.
Pabrik pengolahan alumina itu juga akan dipakai memasok kebutuhan aluÂmina di Inalum. Setiap tahun, Inalum membutuhkan 500.000 ton alumina imÂpor untuk diolah menjadi 250.000 ton alumunium. “Kita 100% impor alumina. Sebagian besar dari Australia,†tutup Sunoto.
(Alfian M|detik)