JAKARTA, TODAY—Untuk mendorong roda perekonomian yang melambat di kuarÂtal I-2016, Bank InÂdonesia (BI) bakal m e l o n g g a r k a n aturan kredit di sekÂtor properti.
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan BI sedang mengkaji pelonggaran aturan makroprudensial terkait sektor properti. “Bisa saja pelonggaran tersebut adalah mencakup pelonggaran pemÂbiayaan rumah kedua, atau bisa saja terkait
aturan uang muka (aturan LTV atau Loan to Value ratio),†jelas Mirza di Jakarta, Selasa (24/5/2016).
Seperti diketahui, pada Juni 2015 lalu, BI sudah melonggarkan aturan LTV atas kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kepemilikan aparteÂmen. Loan To Value (LTV) untuk KPR maupun KPA konvensional dinaikkan 10%, sementara untuk syariah sebeÂsar 5%. Artinya, DP KPR konvensional lebih ringan hanya 20% dari sebelÂumnya 30%, untuk syariah menjadi hanya 15%.
Aturan ini mulai diberlakukan 18 Juni 2015 seiring keluarnya PBI No.17/10/2015 mengenai Rasio Loan To Value atau Rasio Financing To Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti. Selain itu, BI juga mengÂkaji untuk melonggarkan pembiayaan kredit perbankan untuk kepemilikan rumah kedua. Saat ini, uang muka rumah kedua dan ketiga memang diaÂtur lebih mahal.
Salah satu yang dibahas adalah rencana memberikan kelonggaran uang muka atau Down Payment (DP) Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Direktur Jenderal Penyediaan PeÂrumahan Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin mengatakan, hal ini bakal mendorong realisasi program 1 juta rumah yang dicanangkan PemerÂintah. “Kalau bicara sejuta rumah kan kita nggak cuma bicara rumah subsidi untuk yang MBR (Masyarakat BerÂpenghasilan Rendah). Tapi juga rumah komersial untuk mereka yang menenÂgah. Jadi saya pikir rencana ini sangat tepat,†ujar dia, Selasa (24/5/2016).
Menurutnya, kebijakan ini sangat tepat di tengah perlambatan ekoÂnomi saat ini. Lantaran perlambatan ekonomi, sambung dia, daya beli masyarakat saat ini ikut mengalami penurunan.
Sektor properti pun ikut terdamÂpak akibat rendahnya daya beli dari masyarakat. Tanpa adanya dukungan dana dari masyarakat, pengembang perumahan tidak bisa melakukan pembangunan secara maksimal. Karena pengembang tidak mungkin membangun seluruh hunian dengan dana internalnya yang juga sangat terbatas di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini.