MASALAH perceraian telah diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta Peraturan Pelaksanaanya, yakni PP No. 9 Tahun 1975. Sedangkan alasan perceraian diatur lebih lanjut dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Namun, bagi PNS yang beragama Nasrani, tentunya tidak bisa begitu saja menceraiÂÂkan istrinya. PerÂÂceraian bagi PNS disamping tunduk pada UU Perkawinan juga harus memenuhi ketentuan khusus (lex specialis), yakni PP 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan PerÂÂcreraian PNS. Pasal 3 ayat (1) PP 10 Tahun 1983 telah tegas mengaÂÂtur bahwa PNS yang akan melakuÂÂkan percerain wajib mendapat izin dulu dari pejabat. Semenatara itu Pasal 7 ayat (3) huruf a, Izin perÂÂceraian tidak diberikan oleh PejaÂÂbat bila bertentangan dengan ajaÂÂran/peraturan agama yang dianut oleh PNS yang bersangkutan.
Soal apakah agama Nasrani memperbolehkan bercerai atau tidak, itu di luar kompetensi saya untuk merumuskannya. Saya hanya bisa menyarankan silahÂÂkan berkonsultasi dulu dengan Pendeta atau pemuka agama KrisÂÂten yang tahu betul soal boleh tiÂÂdaknya bercerai. Apabila Pendeta atau pemuka agama tersebut bisa memberikan argumentasi yang sah dan meyakinkan, bahwa berÂÂcerai itu diperbolehkan, maka sebaiknya ia sekaligus dijadikan saksi ahli untuk memberikan keÂÂsaksiannya baik di saat pemerikÂÂsaan oleh Pejabat Kantor atau di sidang pengadilan. Saya yakin semua pihak dalam mengambil keputusan akan mempertimbangÂÂkan dengan saksama keterangan saksi ahli tersebut. (*)