KEMENTERIAN Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) beberapa waktu lalu melakukan kajian Rasionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Rasionalisasi PNS merupakan upaya Ke­menpan RB untuk meningkatkan kompetensi kinerja PNS, mendorong efisiensi belanja, dan menguatkan fiskal negara. Benarkah demikian?

Dalam bahasa sederhana, rasionalisasi ini bisa dipahami sebagai keinginan Kemenpan RB melakukan efisiensi belanja pegawai dengan mengurangi jumlah PNS yang tidak punya kompetensi dan kinerja yang baik. Sebab, melalui rasionalisasi, PNS yang dinilai ti­dak memenuhi kualifikasi akan diberhentikan.

Pemberhentian PNS melalui rasionalisasi itu pal­ing tidak harus memperhatikan tiga dimensi. Pertama, dimensi dasar hukum rasionalisasi PNS. Rasionalisasi PNS harus memiliki landasan hukum yang kuat. Mesti ada ketentuan hukum yang mengatur mekanisme ra­sionalisasi PNS. Sehingga kebijakan rasionalisasi PNS yang dikeluarkan tidak cacat hukum.

Kedua, dimensi indikator rasionalisasi PNS. Kemen­pan RB mesti bisa memetakan indikator yang terukur dan jelas dalam rasionalisasi. Misalnya, berapa lama masa kerja PNS yang akan dirasionalisasi. Atau kualifika­si pendidikan PNS seperti apa yang akan dirasionalisasi.

Ketiga, dimensi efek rasionalisasi PNS. Efek yang dihasilkan dari rasionalisasi PNS ini tentu tidak hanya memilik dampak baik, tapi juga dampak negatif. Mis­alnya penolakan rasionalisasi PNS. Efek ini mesti dire­spons dengan bijak oleh Kemenpan RB. Akibat adanya pemberhentian PNS itu boleh jadi angka penganggu­ran akan meningkat.

Hingga periode Agustus tahun lalu saja angka pen­gangguran terbuka yang dirilis BPS (Badan Pusat Statis­tik) mencapai angka 7,56 juta jiwa. Selain itu potensi penurunan pelayanan publik. Pemberhentian PNS karena rasionalisasi PNS boleh jadi membuat pelayan­an publik menurun. Ini mengingat rasio PNS terhadap penduduk Indonesia masih berkisar 1,7 persen. Artinya setiap 100 orang penduduk dilayani 1,7 pegawai. Kare­nanya Kemenpan RB harus bisa menjelaskan dengan baik, tujuan dan indikator rasionalisasi PNS.

UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (aparatur sipil negara) dalam beberapa ketentuannya mengatur menge­nai pemberhentian PNS. Ketentuan dalam UU tersebut menyebutkan beberapa alasan pemberhentian. Misalnya Pasal 87 UU tersebut merumuskan alasan pemberhentian PNS karena, meninggal dunia, permintaan sendiri, menca­pai batas usia pensiun, perampingan organisasi atau kebi­jakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini.

============================================================
============================================================
============================================================