Kondisi seperti ini turut berperan mengubah kehidupan biota sungai. Apalagi ditambah dengan pencemaran air sungai dari rumah tangga maupun inÂÂdustri.
Pada penyusuran sungai yang dilakukan Komunitas PeduÂli Ciliwung (KPC) tahun 2011. Ditemukan aliran sungai yang menyempit dan umumnya daeÂrah sekitarnya padat penduduk sungai yang semakin kotor denÂgan sampah.
Uniknya meski banyak sampah, di lokasi ini juga banyak dijumpai pemancing ikan Ciliwung. Kondisi ini membuktikan bahwa dibalik kekeruhannya ada juga manusia yang konsisten menjadi penikmat Ciliwung dalam arti sebenarnya.
Penyusuran ini juga meneÂmukan 33 spesies ikan yang kini menghuni Sungai Ciliwung BoÂgor. 13 jenis atau 39,4% dari jumlah tersebut termasuk spesies asing (alien) yang terintroduksi. Informasi ini telah disampaikan KPC Bogor dalam Forum NaÂsional Pemacuan Sumberdaya Ikan (FNPSI) III di Bandung 18 Oktober 2011.
13 spesies ikan asing ini terdiÂri dari Koki (Carassius auratus), Mas (Cyprinus carpio), Koan (Ctenopharyngodon idella), Bungkreung (Poecilia reticulata dan Gambusia affinis), Sisik meÂlik (Xiphophorus hellerii).
Nila (Oreochromis niloticus), Mujaer (Oreochromis mossambicus), Nila merah (Oreochromis sp.), Golsom (Aequidens rivulatus), Sepat siam (Trichogaster pectoralis), Lele dumbo (Clarias sp.), dan Sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis).
Masuknya spesies asing ke perairan umum menurut banyak ahli memiliki berbagai dampak, mulai dari sosial, budaya, ekonomi, hingga ekologi. Paling nyata adalah hilangnya spesies asli Ciliwung.
Perlindungan Ciliwung
Masih Upaya
Peraturan Pemerintah NoÂmor 38 tahun 2011 tentang Sungai pasal 74 menyebutkan: Dalam rangka memberikan moÂtivasi kepada masyarakat agar peduli terhadap sungai, tangÂgal ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini ditetapkan sebagai Hari Sungai Nasional.
Dengan demikian peringatan Hari Sungai Nasional pada tahun 2012 yang jatuh pada tanggal 27 Juli ini akan menjadi peringatan pertama kali sesuai dengan mandat PP tersebut.
Meski demikian, kepedulian terhadap sungai tidak hanya diselesaikan melalui peringatan saja, masyarakat sebagai peÂmanfaat sungai perlu diajak mengenali permasalahan, ketÂerbatasan, dan manfaat penÂgelolaan sungai secara lengkap dan benar. Agar dapat tumbuh kesadaran untuk ikut berpartisiÂpasi mengelola sungai.
Debit air sungai yang berkurang misalnya, harus disampaikan bahwa kondisi ini terjadi salah satunya akibat Indek Tutupan Hutan Jawa Barat hanya berkisar 38, 74. Bahkan untuk DAS Ciliwung yang mempunyai luas ± 29.067.125 Ha, sisa tuÂtupan hutannya tak sampai 15 persen.
Data penelitian Forest Wacth Indonesia (FWI) di BoÂgor menunjukkan sisa tutupan hutan hanya 12,22 persen. Sebaran tutupan hutan terdapat di daerah Megamendung, Cisarua, dan Ciawi (Kab Bogor).
Kota Bogor sendiri selain Perda Nomor 8 Tahun 2011 juga telah memasukkan perlindungan kawasan sungai melalui Perda Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, khususnya pasal 30 sampai 34. Pasal ini mengatur pemanÂfaat sumber daya air terkait air permukaan dan ketentuan Garis Sempadan Sungai.
PP 38/2011, Perda Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 dan Perda Nomor 15 Tahun 2012 berusaha menjelaskan bahwa keterlibatan partisipasi masyarakat yang paling nyata adalah gerakan peduli sungai dan pencegahan penceÂmaran sungai yang dilakukan oleh masyarakat.
Tentunya ini juga harus dihindari hanya semata slogan dan seremoni saja. Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) sudah membukÂtikan dengan aksi mengangkat sampah sungai Ciliwung. BahÂkan bersama warga kota Bogor lainnya pada 30 Mei 2014 Juni lalu mengangkat 2089 karung berisi sampah anorganik dari Ciliwung. Tinggal menunggu keseriusan unsur pemerintah, swasta dan kelompok masyarakat lainnya.
Ciliwung merupakan kekayÂaan alam titipan Tuhan yang memberi manfaat besar pada manusia baik secara ekologi, ekonomi, edukasi dan kehidupan sosial masyarakat sudah selayaknya dijaga. Mengutip sloÂgan KPC, Ciliwung Ruksak Hirup Balangsak. (*)