Bangsa kita adalah bangsa antisejarah, yang selalu membunuh masa lalunya. Masa lalu bukan bagian dirinya, melainkan seja­rah yang lain.

Rezim Orde Baru, misalnya, amat doyan memanipu­lasi sejarah, termasuk tempat lahir Bung Karno.

Para mantan jenderal dari rezim Orde Baru, yang terli­bat dalam pelanggaran HAM pada masa lalu, misalnya, selalu men­coba mengelak dengan argumentasi sudah saatnya kita menatap masa depan.

Padahal, masa de­pan tak akan bisa diraih selama kita tak mau belajar berdamai dengan masa lalu atau sejarah.

BACA JUGA :  REFLEKSI HARI PENDIDIKAN NASIONAL: REPRESI SISTEM PENDIDKAN DALAM BENTUK KOMERSIALISASI

Terpinggirkannya mata pelaja­ran sejarah harus dijadikan early warning karena ini menyangkut maju mundurnya sebuah bang­sa.

Mata pelajaran sejarah ha­rus segera direposisi, sedangkan metodologi pengajarannya harus direvitalisasi. Apalagi, pengenalan sejarah sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa.

Pelajaran sejarah sesungguhnya sangat memikat. Kita bisa masuk kembali ke lorong waktu, lalu mengambil hal-hal yang ber­harga bagi kehidupan selanjutnya.

BACA JUGA :  HALAL BIHALAL HANYA ADA DI INDONESIA DAN BANYAK MANFAATNYA

Budayawan Emha Ainun Najib, dalam sebuah orasi budaya di Ja­karta, pernah melontarkan kritik bahwa kita termasuk kategori bangsa yang mengidap amnesia sejarah.

Akibatnya, kita suka pikun dan pelupa, sehingga sering kali dikutuk untuk mengulangi hal-hal buruk yang sebelumnya pernah terjadi.

Bung Karno send­iri berpesan jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah! Sebab, histoire se repete (sejarah selalu berulang). (*)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================