“Ini ceritaku, jangan ada ceritamu,†kalimat inilah yang kerap terdengar saat saya mereview sejumlah hasil wawancara dengan sejumlah janda di Kota Hujan. Di forum ini, saya hanya mencoba membuat irisan pemikiran untuk pembelajaran bersama. Barangkali, bisa menambah atau bertukar cerita.
Oleh: YUSKA APITYA AJI ISWANTO S,SOS.
Analis dan Pengamat Sosial Kota Bogor
Secara harfiah, perÂceraian bisa didefinisiÂkan berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan perniÂkahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Banyak negara memiliki hukum dan aturan yang mengatur perÂceraian.
Di Indonesia, kasus perceraian mewabah di kalangan artis. BahÂkan, perilaku kawin cerai artis ini menjadi brand kehidupan modern. Terbukti, data Kemenag RI mencatat, grafis angka perÂceraian menanjak setiap tahun. – Tahun 2009 : 216.286 kejadian. – Tahun 2010 : 258.184 kejadian. – Tahun 2011 : 285.119 kejadian. – Tahun 2012 : 372.577 kejadian. – Tahun 2013 : 384.527 kejadian.
Studi sejumlah kampus negeri di Indonesia mencatat, faktor peÂnyebab perceraian ada beberapa, diantaranya:
- Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
- Krisis moral dan akhlak
- PerselingÂkuhan
- Pernikahan tanpa cinta
- Dan rundungan maÂsalah-masalah dalam rumah tangga, sepÂerti : minimnya keterbukaan anÂtara suami–istri, ketiadaan s a l i n g hormat antar pasangan hingga masalah ekonomi.
Di banyak kasus, perceraian sering menimbulkan tekanan baÂtin bagi tiap pasangan, rasa trauÂma yang mendalam hingga beruÂjung pada banyaknya anak-anak terlantar.
Agama Islam sejatinya memÂbimbing umatnya agar tidak memecah-belah persaudaraan di antara sesama muslim. Meski pada dalilnya, perceraian sebenaÂrnya halal dilakukan.
Di beberapa kitab agama yang saya pelajari, salah satu agama yang melarang keras adanya perÂceraian oleh pasangan-pasangan di dalam umatnya adalah Kristen Katolik Roma. Pun sejatinya, semua agama menganjurkan semua penganutnya untuk melakukan perceraian.
Namun, apapun itu, kita mesti belajar dari fakta bahwa huÂkum di semua negara selalu memperÂmudah pengaÂnutnya untuk menÂgurus menikah dan memper sulit dalam mengurus perceraian. “Kalau urusan nikah, dipermudah. Tapi untuk urusan cerai, proseÂdur dan aturannya dipersulit,†Kira-kira itulah kalimat yang saya dengar dari seseorang yang saya temui ketika saya bertamu beberÂapa kali ke pengadilan agama. (*)
Bagi Halaman