PERNAH dengar perusahaan durhaka? Istilah ini muncul dan saya dengar pertama kali ketika berkunjung ke pabrik Ferrari di MaranelÂlo – Itali. Kemudian saya dengar dalam suatu pertemuan dengan sejumlah pengusaha di lingkungan Kansei Kankeiren (KADIN Kansei) dan kalangan pengusaha di Stockholm – Swedia.
N. Syamsuddin Ch. Haesy
Yang dimaksudÂkan dengan perusaÂhaan durhaka adalah kalangan industri atau perusahaan yang cuek alias tidak peduli dengan aksi penyelamaÂtan bumi dari perubahan iklim yang brutal. PerusaÂhaan yang tidak peduli dengan tanggungjawab lingkungan (fisik dan sosial). Karena sebagian terbesar perusahaan di dunia, menjalankan bisÂnisnya dan memperoleh keuntungan besar, dari kekayaan yang diberikan Tuhan di bumi. Industri otomotif dan seÂluruh perangkatnya, seperti industri ban, misalnya tumbuh dan berkembang dan menjadi besar karena bahan dasar inÂdustri dari perut bumi dan huÂtan. Apalagi perusahaan yang memang berbasis pertambanÂgan, termasuk industri semen sampai industri perhiasan berÂbasis logam. Luca, pemimpin utama Ferrari melakukan aksi konkret. Selain melakukan penghijauan di lingkungan pabrik, sampai dukungannya terhadap aksi reforestasi (penÂghutanan kembali) wilayah bumi yang gundul.
Jadi, perusahaan durhaka bukan hanya perusahaan berÂbasis perkebunan yang memÂbakari hutan untuk kepentinÂgan bisnis mereka. Melainkan seluruh perusahaan yang tidak peduli dengan semua upaya reforestasi. Termasuk perusaÂhaan yang mengabaikan prinÂsip-prinsip green economic.
Perusahaan-perusahaan semacam ini disebut sebagai perusahaan durhaka yang dikelola pendurhaka, karena tidak tergerak pada aksi pengÂhijauan.
Karena itu, sejak 2010, tumbuh kesadaran green economic dari perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia, melakukan aksi tangÂgungjawab nyata terhadap penyelamatan bumi. Setiap akhir tahun, mereka tidak hanÂya membuat Annual Report terkait dengan perkembangan bisnis mereka. Melainkan, jauh dari itu mereka juga membuat sustainability report. Laporan tanggungjawab perusahaan terhadap aksi keberlanjutan sesuai prinsip 3 P: Planet – ProfÂit – People. Bertanggungjawab pada penyelamatan bumi, denÂgan mendorong profit bernilai benefit, sebagai bagian tak terÂpisahkan dari tanggungjawab kepada kehidupan sejahtera manusia.
Bentuknya adalah komitÂmen nyata terhadap peningkaÂtan nilai bagi share-holders dan take-holders secara berkelanÂjutan dengan cara yang benar. Termasuk mengarahkan aktiviÂtas bisnis dan tanggungjawab lingkungan perusahaan guna mencapai manfaat berimÂbang bagi seluruh pemangku kepentingan.
Hanya perusahaan yang mempunyai tanggungjawab sosial dan lingkungan yang boleh dipercaya, bahwa tata kelola bisnis mereka secara operasional, aman dan berÂtanggungjawab. Oleh karena itu, dalam praktiknya perusaÂhaan yang sungguh menjalanÂkan prinsip bisnis secara beÂnar, dalam melakukan laporan keberlanjutannya, selalu melÂakukan uji materialitas dengan melaporkan kepada publik topik-topik keberlanjutan yang penting dan signifikan. Tidak hanya dalam konteks perusaÂhaan, melainkan juga dalam konteks pemangku kepentinÂgan.
Di Indonesia, untuk mencegah terjadinya perusaÂhaan durhaka prinsip-prinsip 3P sudah diterapkan, senafas dengan pemberlakuan kewaÂjiban perusahaan terhadap pemberdayaan kemitraan dan bina lingkungan. Baik dalam konteks corporate social reÂsponsibility, corporate comÂmunity responsibility, maupun corporate cultural responsibilÂity. Kesemuanya berbasis comÂmunity development.
Bagi Halaman