SUATU proyek dapat dilanjutkan jika suatu proyek tersebut tidak berdampak buruk terhadap ekologis, sosial dan ekonomi. Pengembang dan pemerintah kerap kali tidak memikirkan ketiga dampak ini secara sekaligus. Melihatnya selalu pincang dan berat sebelah. Biasanya ekonomi itulah yang dikejar-kejar dengan merusak ekologi dan konflik sosial.
Oleh: Bahagia, SP., MSc.
S3 Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan IPB
Dosen tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor
Reklamasi Teluk Jakarta yang dilakukan kini haruslah mempertimÂÂbangkan ketiga aspek tersebut. Jika salah satu saja tidak selaras maka haÂÂruslah dipertimbangkan sebeÂÂlum dilakukan. Suatu saat akan bermunculan konflik sosial jika nelayan banyak yang menolak. Kondisi ekologis juga demikian, saat proyek dan setelah proyek haruslah diperhatikan. Kini jelas keadaan ekositem teluk Jakarta akan terganggu jika daerah panÂÂtainya dijadikan pulau-pulau baru. Nampak setelah proyek ada nilai ekonomi namun merusak nilai ekonomi dari kawasan terÂÂhadap nelayan yang ada disana.
Nelayan bergantung hidup pada kawasan laut teluk Jakarta. Dengan merusak ekosistemnya sama artinya kita membunuh mereka jika kita terus melanÂÂjutkan proyeknya. Padahal neÂÂlayan disana sangat banyak dan meningkat. Jumlah nelayan di DKI Jakarta terus bertambah beÂÂberapa tahun ini.
Menurut BPS (2010-2015), jumlah nelayan (2010) sekitar 40479 nelayan, meningat menÂÂjadi 68360 tahun (2011) kemudian meningkat menjadi 61813 nelayan tahun (2012). Pusat nelayan di DKI Jakarta yaitu di Teluk Jakarta. Tentu Teluk Jakarta salah satu tempat bagi nelayan untuk mengÂÂgantungkan hidupnya secara penuh. Terutama bagi mereka nelayan penuh yang tidak bekerja selain menjadi nelayan.
Kerap kali manusia jika berÂÂbicara ekologis maka pergi jauh dari itu dan tak mau bertangÂÂgungjawab. Siapa saja yang meÂÂnyakiti makhluk hidup termasuk manusia, kemudian membuatnya sakit hati, membuatnya kecewa, dan membuatnya miskin maka siapa yang melakukannya terÂÂmasuk penjahat ekonomi. Siapa saja yang merusak ekosistem baik merusak dan merubah ekosistem laut ke bentuk lain.
Kemudian ekosistem perairan terganggu. Bahkan, banyak Ikan yang harus berpindah karena habitatnya dirusak maka termaÂÂsuklah ia bertindak sebagai teroÂÂris ekologis. Teroris ekologis ini yang jarang dibicarakan sebagian manusia. kerap kali yang diangÂÂgap teroris jika membunuh dan membuat manusia yang lain mati. Saat ini masalahnya lebih dari itu. Membuat nelayan tersakiti, jatuh miskin dan merusak ekosistem. Ini kejahatan yang seharusnya tiÂÂdak terjadi. Pertanyaannya menÂÂgapa terhitung teroris ekologis.
Ekosistem perairan tersistem dan berhubungan. Bahkan, saling berinteraksi antara satu kompoÂÂnen dengan yang lainnya. Dalam ekosistem perairan, ada planton sebagai makanan Ikan. Berupa tumbuh-tumbuhan. Selain planÂÂton ada juga zooplanton. Kedua makhluk hidup ini terganggu saat melakukan alihfungsi ekosistem ke ekosistem buatan yaitu pulau. Kita tidak bisa menjamin cepat atau lambat planton dan zooplanÂÂton itu bisa kembali normal.
Kelangkaan makanan ikan ini turut mempengaruhi banyak atau tidaknya tangkapan ikan kedepannya. Kedua, jika sejaÂÂrah kawasan seperti lautan dan pantai kemudian dialihkan maka berdampak secara ekologis. Hal ini karena fungsinya untuk pantai bukan untuk pulau. Pulau baru yang terbentuk rawan bergeser dan syukur-syukur jika pulau itu tidak pula belah karena ditekan oleh gelombang air laut.
Dengan alihfungsi tadi memÂÂbuat lautan semakin menekan pulau yang baru. Akhirnya keÂÂbanjiran, patahan, dan pergeÂÂseran sangat mungkin terjadi. Bahkan amblesan pulau. Sama halnya dengan Jakarta kini yang terus dilanda banjir dan penuÂÂrunan tanah. Penyebabnya kareÂÂna histori lahan jakarta bukan daratan yang kering tetapi rawa dan danau. Kini tidak mau belaÂÂjar dari pengalaman itu. Kedua, pantai sebagai habitat ikan akan rusak saat terjadi alihfungsi panÂÂtai ke pulau. Habitat Ikan akan terganggung sehingga ikan dan kerang yang ada disana menjadi korban. Berpindah tempat ke tempat yang lain. Ketiga, trumbu karang yang ada disana juga bisa rusak karena dengan hantaman dan dentuman. Pemancangan bangunan menyebabkan semua ekosistem bawah laut terganggu.
Padahal kita selalu melarang nelayan agar tidak menggunakan bom saat nangkap Ikan. Justru kini kita menghentakkan sekuat-sukuatnya paku-paku bumi agar bangunan dapat berdiri. Nelayan yang ada disana terancam akibat rusaknya trumbu Karang sebagai habitat Ikan. Luas trumbu Karang DKI Jakarta sekitar 5000 Ha, 50 % dari luasan trumbu karangnya sudah rusak dan sisanya dalam keadaan baik.
Keadaan ini semakin buruk jika lingkungan laut terancam pembangunan dan zat-zat penceÂÂmar yang masuk ke teluk Jakarta. Kita tahu trumbu karang termaÂÂsuk habitat Ikan yang paling baik. Dengan rusaknya trumbu karang akibat tercemar berdampak terÂÂhadap jumlah Ikan tangkapan nelayan. Hampir seluruh sungai dari Bogor Jawa barat juga menÂÂgalir sampai ke teluk Jakarta. Dari sini kita bisa perkirakan jika trumbu karang semakin rusak.
Ketiga, Pulau baru yang nantiÂÂnya terbentuk juga merusak ekologis. Kini saja sampah sudah mengambang-ngambang di Teluk Jakarta. Airnya juga sudah sangat pekat dengan pencemaran. Jika pulau ditambah lagi maka menÂÂgakibatkan sampah bertambah. Pulau itu tidak mungkin suatu saat tidak dihuni oleh manusia. Keempat, kebanjiran dan tingginÂÂya abrasi pantai.
Abrasi pantai terjadi karena terjadi penyempitan laut seÂÂhingga menekan lautan masuk ke daratan dan pulau yang baru. Akhirnya tanah yang di pulau baru dan pinggiran terbawa maÂÂsuk ke laut sehingga mencemari laut. Selain itu, kebanjiran juga tinggi karena teluk jakarta sebÂÂagai muara dari beberapa sungai. Kemudian air itu semakin sulit untuk masuk ke lautan.
Bahkan, semakin sempit maka kebanjiran disekitar Teluk jakarta asal sungai mudah terÂÂjadi. Teakhir, pencemaran juga semakin tinggi. Sampah-sampah dari manusia yang pergi ke puÂÂlau-pulau itu akan bermasalah. Mungkin kita harus tahu, untuk mengatasi sampah kini saja suÂÂlitnya setengah mati. Apalagi jika seseorang dengan mudah memÂÂbuang kotoran dan sampah saat berkunjung ke pulau baru nantiÂÂnya. Ini persoalan penting.
Secara ekonomi, apakah neÂÂlayan akan diuntungkan dengan proyek reklamasi ini. Apakah hanya pemerintah yang untung, pengembang perusahaan dan siaÂÂpa saja yang investasi. MendapatÂÂkan untung dari derita neyalan tidak juga baik. Itu yang harus dipikirkan. Nelayan ya tetap neÂÂlayan, mereka tidak bisa menjadi pejabat.
Mereka tidak bisa melamar kerja seperti yang mempunyai ijazah sarjana dan master. Jika laÂÂhan pencaharian mereka dirusak maka yang terjadi nelayan tidak merasakan lagi rezeki dari Tuhan. Pemimpin yang seperti ini layak dapat kecaman dari Tuhan dan dari nelayan. Jika takut dengan hal itu maka bisa juga dicarikan mata pencaharian dan menjamin tangkapan ikan nelayan tetap ada pada kondisi kerusakan ekologis seperti tadi itu.
Satu hal lagi yang penting, TuÂÂhan bisa marah kepada manusia karena melawan kaidah ciptaan Tuhan. Harusnya ciptaan Tuhan itu tidak banyak dirubah oleh maÂÂnusia. biarkan sesuai dengan takÂÂdirnya. Kita rawat bersama dan bukan kita gantikan ke bentuk yang lainnya.
Pemberdayaan Nelayan
Cara pemerintaha seperti ini sangat jauh dari kaidah pemÂÂberdayaan masyarakat nelayan berbasis ekologis. Kita tahu yang mananya pemberdayaan nelayan