KEJAHATAN seperti pemerkosaan kepada anak-anak terjadi karena rendahnya kontrol sosial lingkungan sekitar kita. Saat kontrol sosial tidak tumbuh pada lingkungan sosial maka rusaklah moral masyarakat sekitar itu. Membiarkan saja muda dan mudi ramai-ramai serta nongkrong-nongkong. Menghabiskan waktu untuk hal tidak penting. Kebebasan membuatnya bebas melampiaskan keinginnanya termasuk mudahnya mendapatkan miras dan tuak. Tuak semacam minuman yang berasal dari aren dan kelapa tetapi dipermentasi sehingga menjadi minuman memabukkan.
Oleh: Bahagia, SP., MSc.
Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor
Pihak-pihak warung atau kedai tidak mengontrol lagi apa yang ia jual. Orang sekitar juga tidak lagi melarang. PerangÂkat desa tidak lagi melarang. KonÂtrol sosial mulai redup. Warung tuak ini tempat manusia yang minum minuman memabukkan. Jika anak-anak muda yang minum maka sebagai pemicu mabuk. AnÂehnya kedai tuak masih saja ada pada lingkungan. Dengan terseÂdianya akses untuk membeli tuak menyebabkan anak muda denÂgan mudah mencoba minum meÂmabukkan. Harusnya kedai tidak lagi berfungsi untuk tempat penÂjualan minuman memabukkan.
Kedai tuak masih banyak kita temukan. Kemungkinan kasus tersembunyi seperti pemerkosaan banyak pada daeÂrah namun tidak terdeteksi. Semua tidak lain karena mudahnÂya akses untuk mendapatkan minuman tuak. Kontrol sosial terÂbukti sangat rendah. Masyarakat tidak melarang menjual tuak tadi. Jangan sampai sebagai penikmat dari minuman memabukkan tadi. Perangkat desa, kepolisian, polisi desa tidak mungkin tidak liÂhat dan tidak mungkin tidak tau. Atau malah jutru sebagai penikÂmat minuman memabukkan itu meski tidak sampai mabuk.
Hal paling membayakan jika minuman tuak itu diteguk samÂbil duduk-duduk dan nongkrong. Artinya bebaslah orang kapan saja minum tuak tadi. Ditambah lagi dengan anggapan kedai tuak sebagai tempat berkumpul. BerÂtemu dengan teman, ngobrol ini dan itu. Aneh memang kedai tuak sebagai tempat berkumpul. Berkumpul seharusnya pada balai desa atau balai RT/RW. JusÂtru dilakukan dari sana. Rencana kejahatan juga dari sana. Sudah rencananya jahat ditambah lagi minumannya tuak. Matanglah rencana jahat tadi. Disini tampak juga orang tua tidak sukses menÂdidik anak.
Orang tua tidak bisa berdiam diri jika anak-anaknya berperilaku tidak wajar. Jika ia minum segera dihentikan. Jika tidak bisa harus mediasi pihak ketiga. Lakukan dan kontrol perilaku anak. LeÂmahnya kontrol orang tua terhaÂdap anaknya menyebabkan anak bebas berperilaku seperti apa saja. Perangkat desa juga namÂpak gagal disini jika miras bisa beredar dan kedai tuak masih ada pada daerahnya. Artinya perangÂkat desa tidak melarang untuk ini. Harusnya tidak ada cerita apapun yang bisa dibenarkan jika seseorang itu berkedai tuak. PerÂangkat desa juga tidak mendata manusia yang sering minum yang mana saja, yang sering main judi, yang sering main perempuan, dan yang sering berkelahi.
Harusnya desa punya data itu. Orang-orang ini dipantau berkala bersama dengan pihak keamanan. Dengan cara ini akhÂirnya apa yang mereka lakukan terpantau. Jangan sampai tidak diktehui. Jika tebukti Desa tidak punya data ini maka sudah sehaÂrusnya masyarakat dan desa sekiÂtar harus disalahkan tentang ini. Tentu haruslah masyarakat desa dan sekitar bekerjasama untuk berantas. Untuk itu ada beberapa koreksi dari pemerintah. PerÂtama, perhatikan kesejahteraan manusia sekitar sehingga ia tidak berjualan tuak.
Desakan ekonomi membuat orang nekad berjualan tuak meski ia tau bisa berakibat fatal kepada orang lain. Tukang miras/kedai tuak melihat potensi orang yang senang minum sehingga taulah tukang kedai itu berapa banyak yang minum. Pemerintah harus melihat dan mendata kedai tuak. Kedua, hentikan usaha tuak sesÂeorang. Misalkan petani tuak. PetÂani kelapa dan aren harus diberiÂkan masukan dan mengalihkan produknya ke gula merah bukan melakukan permentasi air aren dan air kelapa sehingga menjadi tuak. Jadikan air kelapa dan aren tadi jadi gula sehingga lebih berÂmanfaat untuk orang lain.