DALAM pekan-pekan ini kita disuguhi berita yang membuat kita seolah-olah “ditamparâ€, ketika seorang polisi lalu linta berpangkat Bripka mencari rejeki sampingan dengan menjadi pemulung. Seladi nama polisi lalu lintas itu ramai menghiasi media massa, baik media daring maupun media cetak. “Ditampar†karena kita disadarkan masih ada orang yang berjiwa jujur di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang berlomba-lomba mengejar materi untuk memenuhi kehidupannya dengan berbagai cara.
Oleh: Syabar Suwardiman, S.Sos. M.Kom.
Pendidik di SMA Bina Bangsa Sejahtera
Ketika kita sibuk meÂwacanakan berbagai gerakan untuk memÂperbaiki kehidupan berbangsa dan berÂnegara, mendirikan lembaga baru yang bergerak khusus menindak perilaku tidak jujur alias korupÂtif, Seladi bagaikan tetesan air di padang pasir yang sangat luas. Meskipun beberapa kali jatuh bangun dan tertipu dalam bidang usaha sebelumnya, Seladi yang bekerja sebagai penguji SIM, tidak memanfaatkan posisinya untuk menerima “ucapan terima kasih†dari para pemohon. Luar biasa.
Dalam bekerja sebagai pemuÂlung, dia melibatkan keluarganÂya, yaitu istri dan dua anaknya. Dia meibatkan keduanya anaknya dalam rangka mendidik anaknya untuk bekerja keras, jujur dan menghargai bagaimana sulitnya mencari rejeki halal. PenumbuÂhan dan penanaman budi pekerti secara langsung dari orang tua , bentuk pendidikan terbaik, kareÂna teladannya langsung dilihat dan dirasakan.
Kalau Seladi mempunyai 2 anak , maka sudah dipastikan ada 4 orang yang berkarakter jujur , yaitu Seladi, istrinya dan 2 orang anaknya, kalau ada 1.000 Seladi, berarti ada 4.000 yang berkarakÂter jujur dan bertanggung jawab.
Efek penumbuhan yang sanÂgat luar biasa, meskipun tidak bisa secara eksak dipastikan kareÂna sifat manusia yang mudah terÂgoda, namun kalau dari 250 juta penduduk Indonesia kalau ada 1/4 nya saja seperti Seladi, maka dipastikan mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk yang berkarakter jujur dan bertangÂgung jawab.
Peran Penting Keluarga dalam Penumbuhan Budi Pekerti
Dalam berbagai kajian tekÂstual, keluarga memegang peran yang sangat penting dan stratÂegis dalam menumbuhkan budi pekerti pada anggota keluarga, terutama anak-anak. Begitupun dalam kajian moral agama, keÂluargalah sekolah pertama bagi anak-anak dalam mengenalkan moral yang baik, sehingga akan menjadi karakter yang melekat dalam perilakunya sehari-hari.
Ada banyak karakter baik yang menjadi kewajiban keluarga untuk ditumbukan di kalangan anak-anak. Dari sekian banyak karakter baik, ada karakter utaÂma yang bersifat universal. ConÂtoh kejujuran, adalah karakter utama yang harus terus ditumÂbuhkan, ada pepatah yang meÂnyatakan “kejujuran adalah mata uang yang berlaku di seluruh beÂlahan bumiâ€.
Ketika penulis mencoba menÂgetikkan kata kunci karakter-karakter atau sifat-sifat yang baik, setidaknya ada 50 sifat baik yang muncul. Kalau diajarkan secara verbal, sifat-sifat baik tadi hanya lewat akan begitu saja. Sifat baik tadi membutuhkan operator-operator handal yang kita sebut “teladanâ€, itulah hebatnya semÂboyan dari Ki hajar Dewantara, Ing ngarso sing tulada, yang di depan siapa pun, yang posisinya di depan harus memberi teladan. Apakah orang tua, Ketua RT/ RW, Lurah, pejabat Negara itulah yang di depan yang harus memÂberi keteladanan.
Seperti apa mengajarkan siÂfat-sifat baik tadi? Contoh sederÂhana adalah seperti mengendarai mobil, kalau hanya diterangkan fungsi rem, gas, tuas rem tanÂgan, stir, tanpa dipraktekan sama saja dengan mengajarkan sebuah kesia-siaan. Maka ia harus dipÂraktekkan, diberikan teladan, diÂberi caranya, sehinggah akhirnya mendarah daging, terinternalisaÂsi dalam dirinya. Ketika akhirnya seseorang bisa mengendarai moÂbil, dia otomatis saja mengendaÂrai mobil tanpa bertanya-tanya lagi masing-masing fungsi dari mobil itu. Seperti itulah meÂnumbuhkan budi pekerti pada anak-anak, dengan contoh atau keteladanan, sehingga mendarah daging dalam diri anak-anak kita.
Lalu sifat baik apa saja yang bisa keluarga tumbuhkan?