Kedua, perintah berpuasa atas anak-anak itu hendaknya dilakukan dengan sikap kasih sayang dan lemah lembut, bukan dengan kasar dan ke­kerasan! Perintah yang diberikan dengan penuh rasa kasih sayangdan sikap lemah lembut akan mudah ditu­ruti oleh anak-anak, dan anak-anak itu sendiri akan merasa senang melaku­kan pekerjaan yang diperintahkan ke­pada mereka itu. Sebaliknya bila per­intah tersebut diberikan dengan cara kasar dan keras, maka anak-anak itu segan melaksanakannya, sedangkan segala sesuatu yang dikerjakan karena terpaksa tidak akan mendatangkan hasil yang baik.

Ketiga, suasana puasa harus betul-betul dirasakan oleh anak-anak. Maka waktu yang paling tepat buat mendi­dik anak-anak berpuasa adalah bulan Ramadhan, sebab situasi bulan Rama­dhan itu sangat mendukung terhadap terlaksananya pendidikan berpuasa bagi anak-anak. Orang tua dan ang­gota keluarga lainnya, serta para tet­angganya terlihat melakukan puasa. Begitu juga percakapan orang sehari-hari yang didengar oleh anak-anak dan amaliah yang terlihat oleh merek, seperti makan sahur, berbuka puasa, shalat tarawih, tadarus al-Qur’an, dan sebagainya, pada hakekatnya tidak terlepas dari pencerminan suasana puasa itu sendiri.

BACA JUGA :  PENTINGNYA SERAGAM SEKOLAH UNTUK KEBERSAMAAN

Keempat, pembiasan berpuasa itu hendaklah dilakukan terus menerus dan berulang-ulang dan dilaksanakan secara teratur, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang oto­matis. Misalnya: pada hari pertama bulan Ramadhan anak-anak disuruh berpuasa oleh orang tuanya, maka pada hari kedua dan seterusnya orang tua harus menyuruh anaknya ber­puasa lagi, walaupun dalam batas-batas kemampuan anak itu sendiri. Selanjutnya, orang tua jang sekali-kali memberi kesempatan kepada anak-anak untuk melanggar pembiasan yang telah ditetapkan itu! Apabila anak-anak terbiasa melakukan puasa pada bulan Ramadhan, Ramadhan berikutnya kebiasaan itu akan mudah ia lakukan, dan itulah yang disebut ke­biasaan otomatis.

Dalam hal ini, walaupun anak baru mampu berpuasa dalam waktu yang terbatas -tidak sehari penuh-orang tua hendaklah tetap menghar­gai puasa yang telah dilakukan oleh anaknya itu. Karena itu, bila saat ber­buka puasa telah tiba, anak tersebut jangan diasingkan, tetapu ajaklah ia berbuka puasa bersama-sama menik­mati hidangan yang disediakan. Den­gan diikutsertakanya berbuka puasa itu, anak merasa dihargai oleh orang tuanya. Hal ini akan membawa penga­ruh yang besar terhadapt perkemban­gan jiwa dan sikap mental anak. Selain itu ia merasakan pula suasan berbuka puasa yang menggembirakan itu.

BACA JUGA :  PENYEBAB PEROKOK DI INDONESIA TERUS BERTAMBAH

Penutup Apa yang diuraikan terdahulu menunjukan bahwa meskipun anak-anak belum berkewajiban menjalank­an ibadah puasa Ramadhan, namun orang tua harus mengajak dan men­ganjurkan mereka berpuasa. Puasa yang dilakukan sejak kecil memberi­kan pengaruh psikologis yang san­gat mendalam pada anak. Pengaruh tersebut akan berlanjut sampai ia menginjak usia tua. Berpuasa yang dibiasakan sejak kecil menjadikan dirinya mampu melaksanakan puasa itu pada usia dewasa, bahkan puasa yang dilakukannya pada usia dewasa itu terasa lebih mantap, karena diser­tai pengertian yang cukup, kesadaran yang mendalam dan tanggungjawab yang penuh. (*)

 

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================