KASUS Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilaku­kan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari terakhir ini memang sangat memprihatinkan. Yang terbaru, adalah OTT terhadap panitera dan pengacara kasus Saipul Jamil, artis dangdut yang ter­jerat kasus pencabulan. Ini adalah hari-hari dimana pengadilan sudah kotor dan dipenuhi mafia suap.

Di Indonesia kasus suap di pengadilan tidak ter­lalu populer, meskipun ada kabar angin yang menye­butkan bahwa di pengadilan juga berkeliaran mafia peradilan bahkan sampai ke praktek jual beli keputu­san dan suap penundaan keputusan. Namun dengan tertangkap tangannya beberapa kasus akhir-akhir ini semakin membuktikan jika ada yang salah dalam sistem pengadilan di Indonesia. Bisa saja hanya se­bagian oknum yang bejat dan memperjualbelikan moral dan integritasnya, namun cukup membuktikan jika pengadilan ternyata bukan tempat suci yang ter­hindar dari yang namanya praktek suap dan korupsi. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penyebab korupsi peradilan bervariasi dari negara ke negara.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Beberapa kemungkinan penyebab termasuk re­munerasi yang rendah dan sifat administratif, peran hakim yang terlampau besar, wewenang kekuasaan diskresi, dan lemahnya pengawasan dari pelaksa­naan kekuasaan. Faktor-faktor yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan hakim juga menciptakan sebuah lingkungan di mana peringatan pengawasan menjadi tidak berdaya, mengingat kekuasaan luas dan kewenangan individu yang terlibat.

Oleh sebab itu, perlu ada perubahan total ter­kait dengan mental para penegak keadilan ini. Jika permasalahannya ada di kurangnya kontrol, maka langkah yang dapat dilakukan yakni melakukan kon­trol secara berkelanjutan. Kemudian jika permasala­hannya terkait dengan wewenang yang terlalu besar, maka pemerintah perlu memikirkan terkait sistem kerja dan batas kekuasaan dari petugas pengadilan. Jika permasalahannya memang terkait dengan la­manya dilakukan rotasi sehingga membuat terjadin­ya pengokohan kekuatan, maka langkah yang dapat dilakukan yaitu membuat aturan terkait dengan ro­tasi atau perputaran daerah kerja.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Pemerintah harus jeli dan tegas meman­dang kasus suap ini. Karena jika lembaga pen­gadilan juga sudah dapat dimasuki suap, lem­baga hukum mana lagi yang bisa dipercaya di republik ini. Karenanya perlu ada langkah-langkah persuasif ke depan untuk menghindarkan petu­gas-petugas pengadilan dari yang namanya suap. Banyak pihak yang mengatakan jika praktik korupsi dan mafia peradilan yang sudah berakar kuat dalam praktik peradilan di Indonesia.

============================================================
============================================================
============================================================