Jika data tersebut memang benar adanya tentunya sangat berbahaya. Bisa dibayangkan semua penjahat, baik yang melakukan kejahatan biasa maupun luar biasa dapat seenaknya mem­beli keputusan bahkan tawar-menawar hukuman. Berarti dapat disimpulkan jika kiamat memang benar-benar sudah dekat. Artinya semua sudah menjadi mungkin untuk terjadi. Omong kosong saja di pengadilan dan Kantor Kementerian Keha­kiman dan HAM dipampang tulisan “dilarang me­nyuap dan menerima suap” dengan pasal hukuman­nya, tetapi di balik tulisan itu suap dipraktikkan. Banyak juga pihak yang mengatakan jika lahan utama korupsi di pengadilan ialah kasus-kasus perdata yang tidak menjadi sorotan media. Kalau ada kasus yang disorot media, para pelakunya akan berhati-hati dan mereka tegas menolak menerima suap.

Suap-menyuap bisa jadi tidak hanya terjadi di pengadilan yang melibatkan pengacara, panitera dan hakim, tetapi sejak proses di kepolisian dan kejak­saan. Jika demikian, maka hukum di Indonesia akan sulit untuk melahirkan keadilan. Tak obahnya pisau, tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Siapa yang mempunyai kekuasaan dan uang, diyakini akan selalu memenangkan perkara di pengadilan, sehingga tak kan ada keadilan bagi mereka yang lemah dan miskin.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Oleh sebab itu, harus ada tindakan tegas dari pemerintah khususnya Presiden terkait dengan prak­tik korupsi dan mafia peradilan ini. Semuanya harus ditebas sampai ke akar-akarnya. Dengan demikian semuanya akan berjalan adil dan tidak ada pihak-pi­hak tertentu yang merasakan ketidakadilan, karena faktor suap dan sejenisnya yang telah membalikkan fakta yang sesungguhnya. Citra penegakan hukum di Indonesia harus dipulihkan. Hukum tidak boleh di­beli oleh mereka yang berkantong tebal. Karena hu­kum wajib dengan tegas menghukum yang bersalah dan membebaskan yang tidak bersalah.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Hukum harus adil dan tidak boleh berat sebelah. Menurut beberapa ahli, ada beberapa permasalahan yang mengganjal dan menghambat sehingga para mafia peradilan masih sering menjalankan aksinya. Situasi tersebut jugalah yang menyebabkan sampai saat ini suap masih marak terjadi di pengadilan. Salah satunya yakni paradigma dalam bidang hukum yang menganggap kekuasaan kehakiman adalah kekua­saan yang independen. Sehingga, jika dicermati, Pres­iden sebagai eksekutif pun tidak akan bisa melakukan intervensi dalam bentuk apapun termasuk dalam mengakhiri praktik mafia peradilan. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================