Hal itu disampaikan saat rapat Komisi II di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/6/2016). Rapat sebenarnya membahas soal anggaran, na­mun beberapa anggota bertanya tentang pembatalan perda. “Ke­bijakan Pak Jokowi untuk me­nyeleksi UU, Perpres, Kepres, Permen, Perda, kami tidak asal mencoret. Kita kumpulkan biro pemerintahan se-Indonesia, kita undang sekjen, biro hukum se-Indonesia,” ujarnya.

Tjahjo mengatakan bahwa ada 6 jenis perda yang langsung bisa dibatalkan. Enam itu adalah yang terkait RAPBD, RT/RW, pa­jak daerah, retribusi, RPJMD, dan RPJPD. “Selain itu bebas perda-perda dibuat oleh kepala daerah. Selain itu ada pula 624 perda yang membatalkannya bukan saya, tapi gubernur,” ucap Tjahjo.

Kemendagri sudah mempub­likasikan daftar 3.143 perda yang di­batalkan per daerah. Daftar itu juga diserahkan ke anggota Komisi II.

BACA JUGA :  Cara Membuat Serundeng Jawa Anti Gagal, Wajib Coba!

Namun, Wakil Ketua Komisi II Almuzzammil Yusuf masih mempermasalahkan daftar itu. Menurutnya, seharusnya alasan pembatalan tiap Perda juga ikut dipublikasikan. “Pemerintah su­dah berikan sekian banyak perda yang dibatalkan tapi tidaj diberi kolom alasannya. Kita minta eval­uasi lengkap sehingga kita tahu betul kenapa perda itu dibatal­kan,” ungkap Almuzzammil.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan sedikit risau dengan dicabutnya empat perda itu. Politisi Gerin­dra itu menilai, Perda Tentang Tata Cara Permohonan dan Per­sayaratan Izin Operasional Men­ara (IOM) turunan Perbub 41 Tahun 2011 serta Perda Tentang Tanggungjawab Sosisal dan Ling­kungan Perusahaan (CSR) Nomor 6 Tahun 2013, sangat riskan dan berisiko.

“Saya ikut pansus waktu peng­godokan dua perda itu, seman­gatnya, waktu Perda IOM, untuk membatasi supaya Kabupaten Bogor ini tidak jadi hutan beton. Kalau dicabut, justru akan liar lagi dan pemerintah pusat harus memberi solusi payung hukum penggantinya,” kata Iwan.

BACA JUGA :  Dijamin Tidur Nyenyak dengan 6 Kebiasaan Malam Hari Ini

Selain itu, soal Perda CSR, menurut Iwan, jika dicabut peru­sahaan akan semakin ‘menjajah’ Kabupaten Bogor. “Kan ini dam­paknya di daerah yang memiliki lahan usaha bagi mereka. Nah, masih ada perda saja kita tidak mengetahui besaran CSR yang sudah dikeluarkan. Apalagi kalau tidak ada payung hukumnya,” tu­kasnya.

Menurut Iwan, pemerintah pusat harus lebih mempertim­bangkan sebelum membuat ke­bijakan. Jangan asal cabut. “Iya karena dampaknya ke daerah. Karena perda dibuat kan untuk membatasi. Kalau dicabut, bakal liar dan pemerintah daerah yang susah karena payung hukum­nya hilang,” tandasnya. (Yuska Apitya Aji/Rishad)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================