Sekiranya walaupun partai yang menjambatani proses perÂÂpolitikan dalam suatu Negara unÂÂtuk mencapai kekuasaan (power). Bukan berarti rakyat tidak ikut serta berpartisipasi dalam mewuÂÂjudkan kekuasaan dalam suatu Negara. Sejauh ini manfaat partai politik hadir untuk berpartisiÂÂpasi di ketata negaraan IndoneÂÂsia belum terlihat begitu besar. Penulis berasumsi bahwa terlalu larutnya para kader partai untuk memperjuangkan idiologi partai yang bukan idiologi bangsa IndoÂÂnesia. Jadi, sekiranya pantaslah seorang orator dan agitator revÂÂolusi Prancis, yaitu Robespierre menganggap bahwa ‘’partai poliÂÂtik hanyalah organisasi yang hanÂÂya mementingkan kepentingan pemimpin’’(Yoyoh Rohaniah dan Efriza : hlm, 352).
Maka dengan itu, sekiranya partai politik diharapkan lebih fokus memperjuangakan kebuÂÂtuhan ‘’primer rakyat’’ dibandÂÂingkan kebutuhan ‘’primer parÂÂtai’’. Jikalau partai terlalu larut untuk mempertontonkan konflik perpolitikan di Negara ini, tidaÂÂklah disalahkan jikalau rakyat berpandangan negative kepada partai politik walapun kader parÂÂtai meng-klaim bahwa mereka haÂÂdir untuk memperjuangkan hak rakyat. Ada pendapat negative dari rakyat tentang partai politik yang harus di ingat oleh para elit partai politik yaitu partai tidak lebih dari organisasi kriminal yang mengrongrong kewibawaan Negara. Bahwa rakyat tampa partai akan lebih efektif dalam menyelesaikan masalah daripada rakyat partai (kader partai).
PENGABDIAN DAN
PENGORBANAN
Sekiranya disaat suasana gemuruh perpolitikan saat ini, yang sangat pantas kita begaikan seperti gemuruhnya petir yang menyambar ketika awan hitam sebagai lambang kegelapan duÂÂnia mulai menyelimuti terangnya matahari. Sangatlah diperlukan seorang politikus yang benar-benar negarawan, seorang pemÂÂberani dan seorang kesatria unÂÂtuk memperbaiki keadaan Negara yang telah disambar oleh petir yang menyeramkan. Seorang negarawan pengabdi dan penuh pengorbanan pastilah tidak akan gentar untuk mengenal kata leiden is lijden, ‘’memimpin itu menderita’’. Karna tidak dipungÂÂkiri saat ini kader organisasi partai maupun organisasi non-partai belum ada secara loyalitas iklas untuk mengabdikan diri dan penuh pengorbanan dalam memÂÂbangun kesejahteraan rakyat yang hakiki.
Sekiranya pemimpin yang bajaksana ialah pemimpin yang di ibaratkan seperti ‘’lampu dindÂÂing’’ yang menempel di dinding rumah, diamana lampu itu dapat menimbulkan cahaya api untuk menerangi rumah majikannya yang sedang dalam kegelapan, walaupun ia menerangi rumah majikannya tapi ia tidak rugi atau tidah habis dan majikannya pun tidak rugi atas pengabdiannya yang telah menerangi rumah maÂÂjikannya itu. Pemimpin yang palÂÂing merugi ialah pemimpin yang di ibaratkan bagaikan ‘’lilin’’, ketika ia dinyalakan ia meneranÂÂgi rumah majikannya tetapi ia dalam waktu yang terbatas iapun tertetes meleleh hingga ia habis dan padam. Dapat diartikan dua analogi kepemimpinan tersebut bahwa pemimpin yang bijaksana ialah pemimpin yang paham akan kondisi dan situasi yang terjadi ditengah-tengah kehidupan soÂÂsial, dimana pemimpin Negara tidak rugi dan rakyat Negara pun tidak dirugikan. Tetapi lagi-lagi penulis serasa mimpi untuk menulis pemimpin yang bijakÂÂsana yang penuh ‘’pengabdian dan pengorbanan’’ tersebut. SejaÂÂrawan Thomas Carlyle mencatat bahwa sejarah adalah biografi orang-orang besar. Orang besar hadir dalam arena dan momenÂÂtum yang berbeda-beda. Tapi yang jelas mereka penuh ‘’pengÂÂabdian dan pengorbanan’’.