KORUPSI anggaran, baik di pusat maupun di daerah, biasanya terjadi melalui pengadaan ba­rang dan jasa. Modus yang banyak dipakai adalah penggelembungan nilai (mark up) proyek dan rekayasa tender. Dari praktik ini, birokrat ber­sama kroninya menikmati uang hasil penggelem­bungan anggaran ditambah komisi dari rekanan pemenang tender, yang telah diatur sejak awal.

Tentu yang menarik untuk kita cermati dan amati, bukan soal yang terkait lagi dengan proses penyusunan dan pembahasan APBD. Kita tidak perlu lagi menyoal, apakah selama proses penyu­sunan anggaran tersebut sudah melibatkan par­tisipasi publik secara utuh dan konkret, melalui proses serap aspirasi dan musyawarah perenca­naan pembangunan yang berakar pada kebutuhan dasar (basic need) masyarakat, ataukah dokumen anggaran itu hanya mencerminkan akomodasi ke­pentingan politik penguasa dan elit daerah semata.

Demikian juga, kita tidak perlu lagi mengusut mengenai serba-serbi dan dinamika yang terjadi selama proses pembahasan APBD yang melibat­kan eksekutif dan legislatif. Kita tidak perlu mer­eka ulang, apakah selama pembahasan anggaran tersebut ada negosiasi dan pembicaraan khusus antara Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD) yang menjadi representasi eksekutif dengan Badan Anggaran (Banggar) yang menjadi repre­sentasi legislatif, untuk menginjeksikan kepent­ingan pribadi dan kelompoknya masing-masing dalam pembahasan anggaran. Masyarakat su­dah mengetahui, meski secara tidak gamblang, bagaimana kongkalikong dan konspirasi ang­garan yang terjadi antara eksekutif dan legislatif, antara kepala daerah dengan anggota dewan. Semuannya sudah menganggap mafhum dan me­nolehkan muka mengenai ketidakwajaran ini.

BACA JUGA :  PENYEBAB PEROKOK DI INDONESIA TERUS BERTAMBAH

Sekarang yang harus menjadi fokus amatan kita adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan anggaran daerah, agar efektif dan efesien dalam mencapai target sesuai dengan yang tertuang dalam dokumen APBD. Kita harus berupaya secara maksimal dan sungguh-sungguh untuk mengawasi potensi penyimpangan anggaran yang rawan untuk dikorupsi dan disalah-sasarkan oleh sebagian oknum dan kelompok ter­tentu yang memiliki kekuatan dominan di daerah.

Partisipasi masyarakat sipil yang rendah dalam perumusan APBD, baik pada saat perencanaan dan pembahasan, diharapkan tidak terulang lagi dalam mengawasi pelaksanaan program dan kegiatan anggaran daerah. Masyarakat sipil perlu menyatu­kan derap langkah untuk mengawal pelaksanaan APBD. Pelaksanaan APBD harus selaras dengan prinsip efektifitas, transparansi dan akuntabilitas. Sehingga, semua rangkaian pelaksanaan program dan kegiatan APBD betul-betul bisa diarahkan seu­tuhnya untuk kepentingan dan kesejahteraan ma­syarakat, sesuai dengan amanah konstitusi.

Sejak diterbitkan Undang-Undang Nomer 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, pemerin­tah daerah mulai menjalankan sistem pengang­garan berbasis kinerja, sebagai ganti dari model penganggaran konvensional yang berbasis line item. Dengan model penganggaran berbasis kinerja, diharapkan akan memunculkan efek re­lasi yang resiprokal antara jumlah anggaran yang direncanakan dengan sejumlah output atau ha­sil yang hendak dicapai.

BACA JUGA :  PENTINGNYA SERAGAM SEKOLAH UNTUK KEBERSAMAAN

Dengan seperti itu, ketika merancang pro­gram atau rencana kegiatan dan menyusun ang­garan, pemerintah daerah secara langsung diajak untuk mendefinisikan hasil program secara jelas dan detail sejak awal. Sehingga dari awal, kita sudah punya barometer dan patokan yang jelas, apakah pelaksanaan program itu berhasil sesuai dengan output yang diharapkan. Termasuk juga kita bisa mencermati apakah biaya pelaksanaan kegiatan program tersebut sudah sesuai dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan. Kita bisa mengontrol dan mengawasi seluruh pelaksanaan kegiatan anggaran dengan leluasa.

Penerapan model penganggaran berbasis kin­erja, pada hakekatnya ingin menutup rapat celah yang memungkinkan pemerintah daerah untuk melakukan korupsi anggaran. Termasuk juga menutup jalan bagi pemerintah daerah untuk menyelipkan kegiatan anggaran yang disusupi oleh kepentingan tertentu. Sebab, dari keseluru­han rencana kegiatan anggaran telah ditentukan program kegiatan, indikator keluaran dan hasil, sasaran, target, lokasi dan pagu anggarannya secara detail dan rinci sedari awal. Tentu hal ini akan memberikan imunitas dana anggaran pub­lik (APBD) dari sentuhan koruptor.

Akan tetapi, meski semua celah potensi ko­rupsi anggaran ditutup secara sistemik, peluang terjadinya praktek korupsi anggaran daerah ma­sih berulang kali terjadi. Fenomena praktek ko­rupsi anggaran oleh pemerintah dan kepala dae­rah masih terus menjamur. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================